Rabu, 24 Februari 2016

PERILAKU MENYIMPANG

Jelaskan pandangan perspektif statistikal, absoutisme, reaksionis, dan normatif tentang perilaku menyimpang, berikan contohnya dalam kehidupan sehari-hari !
jawab :
·       Pertama, secara statistikal adalah segala perilaku yang bertolak dari suatu tindakan yang bukan rata-rata atau perilaku yang jarang dan tidak sering dilakukan. Pendekatan ini berasumsi, bahwa sebagian besar masyarakat dianggap melakukan cara-cara dan tindakan yang benar.
·       Kedua, secara absolut atau mutlak. Definisi perilaku menyimpang yang bersasal dari kaum absolutis ini berangkat dari aturan-aturan sosial yang dianggap sebagai sesuatu yang “mutlak” atau jelas dan nyata, sudah ada sejak dulu, serta berlaku tanpa terkecuali, untuk semua warga masyarakat. Kelompok ini berasumsi bahwa aturan-aturan dasar dari suatu masyarakat adalah jelas dan anggota-anggotanya harus menyetujui tentang apa yang disebut sebagai menyimpang dan bukan.
·       Ketiga, secara reaktif yaitu perilaku menyimpang yang berkenaan dengan reaksi masyarakat atau agen kontrol sosial terhadap tindakan yang dilakukan seseorang. Artinya apabila ada reaksi dari masyarakat atau agen kontrol sosial dan kemudian mereka memberi cap atau tanda (labeling) terhadap si pelaku maka perilaku itu telah dicap menyimpang, demikian pula si pelaku, juga dikatan menyimpang. Dengan demikian apa yang menyimpang dan apa yang tidak, tergantung dari ketetapan-ketetapan ( atau reaksi-reaksi) dari anggota masyarakat terhadap suatu tindakan.
·       Keempat, secara normatif ;  penyimpangan adalah suatu pelanggaran dari suatu norma sosial. Norma adalah suatu standar tentang “apa yang seharusnya atau tidak seharusnya dipikirkan, dikatakan, atau dilakukan oleh warga masyarakt pada suatu keadaan tertentu” Secara keseluruhan, maka definisi normatif dari suatu perilaku menyimang adalah tindakan-tindakan atau perilaku yang menyimpang dari norma-norma, dimana tindakan-tindakan tersebut tidak disetujui atau dianggap tercela dan akan mendapatkan sanksi negatif dari masyarakat.
Perilaku menyimpang dapat dijelaskan melalui berbagai teori. coba anda jelaskan bagaimana pandangan teori anatomi, sosialisasi, kontrol sosial, labeling, dan konflik tentang perilaku menyimpang!
jawab :
Teori-teori umum tentang penyimpangan berusaha menjelaskan semua contoh penyimpangan sebanyak mungkin dalam bentuk apapun (misalnya kejahatan, gangguan mental, bunuh diri dan lain-lain). Berdasarkan perspektifnya penyimpangan ini dapat digolongkan dalam dua teori utama. Perpektif patologi sosial menyamakan masyarakat dengan suatu organisme biologis dan penyimpangan disamakan dengan kesakitan atau patologi dalam organisme itu, berlawanan dengan model pemikiran medis dari para psikolog dan psikiatris. Perspektif disorganisasi sosial memberikan pengertian pemyimpangan sebagai kegagalan fungsi lembaga-lembaga komunitas lokal. Masing-masing pandangan ini penting bagi tahap perkembangan teoritis dalam mengkaji penyimpangan.
a.     Teori-Teori Sosiologi tentang Perilaku Menyimpang
Teori anomi adalah teori struktural tentang penyimpangan yang paling penting selama lebih dari lima puluh tahun. Teori anomi menempatkan ketidakseimbangan nilai dan norma dalam masyarakat sebagai penyebab penyimpangan, di mana tujuan-tujuan budaya lebih ditekankan dari pada cara-cara yang tersedia untuk mencapai tujuan-tujuan budaya itu. Individu dan kelompok dalam masyarakat seperti itu harus menyesuaikan diri dan beberapa bentuk penyesuaian diri itu bisa jadi sebuah penyimpangan. Sebagian besar orang menganut norma-norma masyarakat dalam waktu yang lama, sementara orang atau kelompok lainnya melakukan penyimpangan. Kelompok yang mengalami lebih banyak ketegangan karena ketidakseimbangan ini (misalnya orang-orang kelas bawah) lebih cenderung mengadaptasi penyimpangan daripada kelompok lainnya.
 Teori sosiologi atau teori belajar memandang penyimpangan muncul dari konflik normatif di mana individu dan kelompok belajar norma-norma yang membolehkan penyimpangan dalam keadaan tertentu. Pembelajaran itu mungkin tidak kentara, misalnya saat orang belajar bahwa penyimpangan tidak mendapat hukuman. Tetapi pembelajaran itu bisa juga termasuk mangadopsi norma-norma dan nilai-nilai yang menetapkan penyimpangan diinginkan atau dibolehkan dalam keadaan tertentu. Teori Differential Association oleh Sutherland adalah teori belajar tentang penyimpangan yang paling terkenal. Walaupun teori ini dimaksudkan memberikan penjelasan umum tentang kejahatan, dapat juga diaplikasikan dalam bentuk-bentuk penyimpangan lainnya. Sebenarnya setiap teori sosiologis tentang penyimpangan mempunyai asumsi bahwa individu disosialisasikan untuk menjadi anggota kelompok atau masyarakat secara umum. Sebagian teori lebih menekankan proses belajar ini daripada teori lainnya, seperti beberapa teori yang akan dibahas pada Bab berikutnya.
b.    Teori Labeling
Teori-teori umum tentang penyimpangan mencoba menjelaskan semua bentuk penyimpangan. Tetapi teori-teori terbatas lebih mempunyai lingkup penjelasan yang terbatas. Beberapa teori terbatas adalah untuk jenis penyimpangan tertentu saja, atau untuk bentuk substantif penyimpangan tertentu (seperti alkoholisme dan bunuh diri), atau dibatasi untuk menjelaskan tindakan menyimpang bukan perilaku menyimpang. Dalam bab ini perpektif-perpektif labeling, kontrol dan konflik adalah contoh-contoh teori-teori terbatas yang didiskusikan.
Perspektif labeling mengetengahkan pendekatan interaksionisme dengan berkonsentrasi pada konsekuensi interaksi antara penyimpang dengan agen kontrol sosial. Teori ini memperkirakan bahwa pelaksanaan kontrol sosial menyebabkan penyimpangan, sebab pelaksanaan kontrol sosial tersebut mendorong orang masuk ke dalam peran penyimpang. Ditutupnya peran konvensional bagi seseorang dengan pemberian stigma dan label, menyebabkan orang tersebut dapat menjadi penyimpang sekunder, khususnya dalam mempertahankan diri dari pemberian label. Untuk masuk kembali ke dalam peran sosial konvensional yang tidak menyimpang adalah berbahaya dan individu merasa teralienasi. Menurut teori labeling, pemberian sanksi dan label yang dimaksudkan untuk mengontrol penyimpangan malah menghasilkan sebaliknya.
c.      Teori Kontrol
Perspektif kontrol adalah perspektif yang terbatas untuk penjelasan delinkuensi dan kejahatan. Teori ini meletakkan penyebab kejahatan pada lemahnya ikatan individu atau ikatan sosial dengan masyarakat, atau macetnya integrasi sosial. Kelompk-kelompok yang lemah ikatan sosialnya (misalnya kelas bawah) cenderung melanggar hukum karena merasa sedikit terikat dengan peraturan konvensional. Jika seseorang merasa dekat dengan kelompok konvensional, sedikit sekali kecenderungan menyimpang dari aturan-aturan kelompoknya. Tapi jika ada jarak sosial sebagai hasil dari putusnya ikatan, seseorang merasa lebih bebas untuk menyimpang.
d.    Teori Konflik
Teori konflik adalah pendekatan terhadap penyimpangan yang paling banyak diaplikasikan kepada kejahatan, walaupun banyak juga digunakan dalam bentuk-bentuk penyimpangan lainnya. Ia adalah teori penjelasan norma, peraturan dan hukum daripada penjelasan perilaku yang dianggap melanggar peraturan. Peraturan datang dari individu dan kelompok yang mempunyai kekuasaan yang mempengaruhi dan memotong kebijakan publik melalui hukum. Kelompok-kelompok elit menggunakan pengaruhnya terhadap isi hukum dan proses pelaksanaan sistem peradilan pidana. Norma sosial lainnya mengikuti pola berikut ini. Beberapa kelompok yang sangat berkuasa membuat norma mereka menjadi dominan, misalnya norma yang menganjurkan hubungan heteroseksual, tidak kecanduan minuman keras, menghindari bunuh diri karena alasan moral dan agama.
Homoseksualitas menyangkut orientasi dan perilaku seksual. Perilaku homoseksual adalah hubungan seks antara orang yang berjenis kelamin sama. Orientasi homoseksual adalah sikap atau perasaan ketertarikan seseorang pada orang lain dengan jenis kelamin yang sama untuk tujuan kepuasan seksual. Lebih banyak perilaku homoseksual dibandingkan orang yang memiliki orientasi homoseksual. Norma dan aturan hukum yang melarang homoseksualitas dianggap kuno, di mana opini masyarakat akhir-akhir ini lebih bisa menerima homoseksualitas.
Perkembangan suatu orientasi homoseksualitas terjadi dalam konteks biologis. Tetapi makna sesungguhnya dari orientasi tersebut berada dalam proses sosialisasi seksual dan penerimaan serta indentifikasi peran seks. Sosialisasi seksual adalah suatu proses yang kompleks yang dimulai dari belajar norma. Norma-norma seksual mengidentivikasi objek seksual, waktu, tempat dan situasi. Banyak kombinasi yang mungkin dapat terjadi dan termasuk terjadinya kesalahan dalam sosialisasi. Preferensi seksual terbentuk saat masa remaja, walaupun banyak juga para homoseksual yang menjadi homoseksual di usia yang lebih tua. Penerimaan identifas homoseksual terjadi setelah suatu proses peningkatan aktivitas homoseksual dan partisipasi dalam suatu subkebudayaan homoseksual atau komunikasi homoseksual. Secara sosiologis, seorang homoseksual adalah orang yang memiliki identitas homoseksual.
Jelaskan manfaatnya bagi anda mempelajari perilaku menyimpang!
jawab:
Perilaku menyimpang merupakan fenomena sosial yang selalu terjadi di masyarakat. Apabila prilaku menyimpang terjadi dalam jumlah dan skala yang besar, maka keamanan dan ketertiban masyarakat dapat terganggu. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah sosial. Langkah langkah tersebut dinamakan pengendalian sosial. Pengendalian sosial ini dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, sesuai dengan tingkat dan jenis penyimpangan  perilaku yang dilakukan.
Pengetahuan sosiologi tentang munculnya perilaku menyimpang yang dapat mengganggu keteraturan sosial akan memberikan pengetahuan tentang upaya pengendalian sosial. Upaya pengendalian sosial diciptakan agar keteraturan sosial dapat dibangun dan terus terjaga didalam masyarakat.
Misalnya, banyaknya penyalahgunaan narkotika dikalangan remaja. Akibat yang ditimbulkan dari tindakan ini yaitu ketidakstabilan fisik dan mental, bahkan gengguan ketenangan umum. Oleh karena itu, dapat diupayakan pengendalian sosial dengan cara memberikan penyuluhan dan meningkatkan kesigapan aparat penegak hukum dalam mewujudkan keteraturan sosial.
Perilaku menyimpang dikaji oleh berbagai disiplin ilmu seperti sosiologi, psikologi, antropologi hukum dan kriminologi. jelaskan bagaimana berbagai disiplin ilmu itu mempelajari perilaku menyimpang!
jawab:
Dalam ilmu sosial, selain sosiologi, ilmu lain yang mempelajari perilaku menyimpang, di antaranya psikologi. Bidang ilmu tersebut mempelajari tingkah laku atau perilaku seseorang ketika merespons pengaruh-pengaruh sosial yang ada di sekelilingnya.
Psikologi lebih menekankan pada proses-proses yang terjadi secara individual, tetapi dipengaruhi oleh variabel-variabel sosial. Misalnya, dalam berinteraksi perilaku individu dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, seperti imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati. Berdasarkan pemikiran itu dapat dipahami mengapa perilaku anak-anak adalah cerminan perilaku orang-orang dewasa yang ada di sekeliling mereka. Jika orang-orang yang ada di sekitarnya memberi contoh tidak baik pada anak, misalnya sering mengumpat, mengeluarkan kata-kata kotor atau tak senonoh, maka anak secara tidak sadar (karena ia belum tahu arti kata-kata buruk tersebut) akan menirukan dan menggunakannya untuk berkomunikasi dengan teman-temannya.
Antropologi juga mempelajari perilaku menyimpang karena orang-orang yang berperilaku menyimpang cenderung mengabaikan nilai-nilai budaya kelompok atau masyarakatnya. Melalui nilai-nilai budaya, maka akan diketahui karakteristik, tata aturan, dan kaidah-kaidah yang ada dalam kehidupan suatu masyarakat. Dengan demikian, akan diketahui pula berbagai perilaku yang spesifik dari masing-masing kelompok dan berbagai perbedaan berperilaku di antara anggota-anggota masyarakat di berbagai belahan dunia, termasuk memahami “penyimpangan” perilaku yang dilakukan oleh etnis atau kultur tertentu.
Ilmu hukum dan kriminologi juga memiliki perhatian pada studi perilaku menyimpang. Kedua ilmu itu berkepentingan dalam mempelajari sebab-sebab yang melatarbelakangi terjadinya penyimpangan perilaku atau pelanggaran hukum yang dilakukan oleh para penyimpang itu. Dengan mengetahui penyebabnya, mereka dapat merumuskan kebijakan (untuk studi kriminologi) dan aturan hukum (untuk studi ilmu hukum) guna mencegah berulangnya pelanggaran sosial. Namun, kalaupun pelanggaran itu berkali-kali terjadi, ilmu hukum berkepentingan untuk menetapkan bentuk-bentuk hukuman yang dapat membuat jera pelakunya.
Perilaku menyimpang dapat digolongkan ke dalam perilaku non conformis, anti sosial dan kriminal. jelaskan maksud dan contohnya!
jawab:
Ada 3 bentuk yang digolongkan sebagai perilaku menyimpang adalah :
1.     Tindakan yang nonconform 
Perilaku yang tidak sesuai dengan nilai – nilai atau norma – norma yang ada. Missal, membolos atau meninggalkan pelajaran pada jam – jam kuliah dan kemudian titip tanda tangan pada teman.
2.     Tindakan yang antisosial atau sosial
Tindakan yang melawan kebiasaan masyarakat atau kepentingan umum. Missal, menarik diri dari pergaulan, tidak mau berteman, keinginan untuk bunuh diri, menggunakan narkotika, dan lain sebagainya. 
3.     Tindakan – tindakan criminal 
Tindakan yang nyata – nyata telah melanggar aturan – aturan hokum tertulis dan mengancam jiwa atau keselamatan orang lain. Missal, pencurian, perampokan, korupsi, pemerkosaan, dan lain sebagainya.

Jelaskan dengan diiringi contoh bagaimana proses terjadinya perilaku menyimpang dalam diri individu maupun dalam subkultur!
jawab:
Subkultur Menyimpang perilaku menyimpang tidak saja dilakukan secara perorang, tapi tak jarang juga dilakukan oleh kelompok acap yang disebut dengan subkultur menyimpang. Asal mula terjadinya subkultru menyimpang karena ada interaksi diantara sekelompok orang yang mendapatkan status atau cap menyimpang. Melalui interaksi dan intensitas pergaulan yang cukup erat diantara mereka, maka terbentuklah perasaan senasib dalam menghadapi dilemma yang sama. Para anggota dari suatu subkultur menyimpang biasanya juga mengajarkan kepada anggota – anggota barunya tentang berbagai keterampilan untuk melanggar hukum dan menghindari kejaran agen – agen social masyarakat. 
Jelaskan faktor apa saja yang dapat menyebabkan terjadi pelacuran!
Jawab:
Faktor-faktor penyebab pelacuran sangat beragam. Banyak studi yang telah dilakukan oleh para ahli untuk mendapatkan jawaban mengenai faktor yang mempengaruhi perempuan menjadi pelacur. Weisberg (Koentjoro, 2004) menemukan adanya tiga motif utama yang menyebabkan perempuan memasuki dunia pelacuran, yaitu:
1.     Motif psikoanalisis menekankan aspek neurosis pelacuran, seperti bertindak sebagaimana konflik Oedipus dan kebutuhan untuk menentang standar orang tua dan sosial.
2.     Motif ekonomi secara sadar menjadi faktor yang memotivasi. Motif ekonomi ini yang dimaksud adalah uang.
3.     Motivasi situasional, termasuk di dalamnya penyalahgunaan kekuasaan orang tua, penyalahgunaan fisik, merendahkan dan buruknya hubungan dengan orang tua. Weisberg juga meletakkan pengalaman di awal kehidupan, seperti pengalaman seksual diri dan peristiwa traumatik sebagai bagian dari motivasi situasional. Dalam banyak kasus ditemukan bahwa perempuan menjadi pelacur karena telah kehilangan keperawanan sebelum menikah atau hamil di luar nikah.
Berbeda dengan pendapat di atas, Greenwald (Koentjoro, 2004) mengemukakan bahwa faktor yang melatarbelakangi seseorang untuk menjadi pelacur adalah faktor kepribadian. Ketidakbahagiaan akibat pola hidup, pemenuhan kebutuhan untuk membuktikan tubuh yang menarik melalui kontak seksual dengan bermacam-macam pria, dan sejarah perkembangan cenderung mempengaruhi perempuan menjadi pelacur.
Sedangkan Supratiknya (1995) berpendapat bahwa secara umum alas an wanita menjadi pelacur adalah demi uang. Alasan lainya adalah wanita-wanita yang pada akhirnya harus menjadi pelacur bukan atas kemauannya sendiri, hal ini dapat terjadi pada wanita-wanita yang mencari pekerjaan pada biro-biro penyalur tenaga kerja yang tidak bonafide, mereka dijanjikan untuk pekerjaan di dalam atau pun di luar negeri namun pada kenyataannya dijual dan dipaksa untuk menjadi pelacur.
Kemudian secara rinci Kartini Kartono (2005) menjelaskan motifmotif yang melatarbelakangi pelacuran pada wanita adalah sebagai berikut:
1.     Adanya kecenderungan melacurkan diri pada banyak wanita untuk menghindarkan diri dari kesulitan hidup, dan mendapatkan kesenangan melalui jalan pendek. Kurang pengertian, kurang pendidikan, dan buta huruf, sehingga menghalalkan pelacuran.
2.     Ada nafsu-nafsu seks yang abnormal, tidak terintegrasi dalam kepribadian, dan keroyalan seks. Hysteris dan hyperseks, sehingga tidak merasa puas mengadakan relasi seks dengan satu pria/suami.
3.     Tekanan ekonomi, faktor kemiskinan, dan pertimbangan-pertimbangan ekonomis untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, khususnya dalam usaha mendapatkan status sosial yang lebih baik.
4.     Aspirasi materiil yang tinggi pada diri wanita dan kesenangan ketamakan terhadap pakaian-pakaian indah dan perhiasan mewah. Ingin hidup bermewah-mewah, namun malas bekerja.
5.     ompensasi terhadap perasaan-perasaan inferior. Jadi ada adjustment yang negative, terutama sekali tarjadi pada masa puber dan adolesens. Ada keinginan untuk melebihi kakak, ibu sendiri, teman putri, tante-tante atau wanita-wanita mondain lainnya.
6.     Rasa ingin tahu gadis-gadis cilik dan anak-anak puber pada masalah seks, yang kemudian tercebur dalam dunia pelacuran oleh bujukan banditbandit seks.
7.     Anak-anak gadis memberontak terhadap otoritas orang tua yang menekankan banyak tabu dan peraturan seks. Juga memberontak terhadap masyarakat dan norma-norma susila yang dianggap terlalu mengekang diri anak-anak remaja , mereka lebih menyukai pola seks bebas.
8.     Pada masa kanak-kanak pernah malakukan relasi seks atau suka melakukan hubungan seks sebelum perkawinan (ada premarital sexrelation) untuk sekedar iseng atau untuk menikmati “masa indah” di kala muda.
9.     Gadis-gadis dari daerah slum (perkampungan-perkampungan melarat dan kotor dengan lingkungan yang immoral yang sejak kecilnya selalu melihat persenggamaan orang-orang dewasa secara kasar dan terbuka, sehingga terkondisikan mentalnya dengan tindak-tindak asusila). Lalu menggunakan mekanisme promiskuitas/pelacuran untuk mempertahankan hidupnya.
10.                        Bujuk rayu kaum laki-laki dan para calo, terutama yang menjajikan pekerjaan-pekerjaan terhormat dengan gaji tinggi.
11.                        Banyaknya stimulasi seksual dalam bentuk : film-film biru, gambar-gambar porno, bacaan cabul, geng-geng anak muda yang mempraktikkan seks dan lain-lain.
12.                        Gadis-gadis pelayan toko dan pembantu rumah tangga tunduk dan patuh melayani kebutuhan-kebutuhan seks dari majikannya untuk tetap mempertahankan pekerjaannya.
13.                        Penundaan perkawinan, jauh sesudah kematangan biologis, disebabkan oleh pertimbangan-pertimbangan ekonomis dan standar hidup yang tinggi. Lebih suka melacurkan diri daripada kawin.
14.                        Disorganisasi dan disintegrasi dari kehidupan keluarga, broken home, ayah dan ibu lari, kawin lagi atau hidup bersama dengan partner lain. Sehingga anak gadis merasa sangat sengsara batinnya, tidak bahagia, memberontak, lalu menghibur diri terjun dalam dunia pelacuran.
15.                        Mobilitas dari jabatan atau pekerjaan kaum laki-laki dan tidak sempat membawa keluarganya.
16.                        Adanya ambisi-ambisi besar pada diri wanita untuk mendapatkan status sosial yang tinggi, dengan jalan yang mudah tanpa kerja berat, tanpa suatu skill atau ketrampilan khusus.
17.                        Adanya anggapan bahwa wanita memang dibutuhkan dalam bermacammacam permainan cinta, baik sebagai iseng belaka maupun sebagai tujuan-tujuan dagang.
18.                        Pekerjaan sebagai lacur tidak membutuhkan keterampilan/skill, tidak memerlukan inteligensi tinggi, mudah dikerjakan asal orang yang bersangkutan memiliki kacantikan, kemudaan dan keberanian.
19.                        Anak-anak gadis dan wanita-wanita muda yang kecanduan obat bius (hash-hish, ganja, morfin, heroin, candu, likeur/minuman dengan kadar alkohol tinggi, dan lain-lain) banyak menjadi pelacur untuk mendapatkan uang pembeli obat-obatan tersebut.
20.                        Oleh pengalaman-pengalaman traumatis (luka jiwa) dan shock mental misalnya gagal dalam bercinta atau perkawinan dimadu, ditipu, sehingga muncul kematangan seks yang terlalu dini dan abnormalitas seks.
21.                        Ajakan teman-teman sekampung/sekota yang sudah terjun terlebih dahulu dalam dunia pelacuran.
22.                        Ada kebutuhan seks yang normal, akan tetapi tidak dipuaskan oleh pihak suami.
Dari pendapat-pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang melatarbelakangi seseorang memasuki dunia pelacuran dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berupa rendahnya standar moral dan nafsu seksual yang dimiliki orang tersebut. Sedangkan faktor eksternal berupa kesulitan ekonomi, korban penipuan, korban kekerasan seksual dan keinginan untuk memperoleh status sosial yang lebih tinggi
Jelaskan apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya kriminalitas!
jawab:
Kondisi lingkungan dengan perubahan-perubahan yang cepat, norma-norma dan sanksi sosial yang semakin longgar serta macam-macam sub-kultur dan kebudayaan asing yang saling berkonflik, semua faktor itu memberikan pengaruh yang mengacau; dan memunculkan dis-organisasi dalam masyarakatnya, sehingga muncullah pelbagai jenis kejahatan. Dengan adanya kejahatan tersebut, merupakan tantangan berat bagi para anggota masyarakat.
1.           Ketidakmampuan beradaptasi dalam menghadapi perubahan sosial
Kemajuan teknologi, industrialisasi, modernisasi dan globalisasi di  perkotaan mengakibatkan adanya perubahan sosial dari masyarakat yang kompleks menjadi multi kompleks. Struktur sosial masyarakat perkotaan yang multikompleks menyulitkan seseorang untuk beradaptasi. Hal tersebut menyebabkan kebingungan, kecemasan dan berbagai konflik baik secara eksternal maupun secara internal. Oleh sebab itu, maka munculah tindakan-tindakan yang tidak selaras dengan aturan hukum dan norma sosial yang berlaku di masyarakat tersebut.
Salah satu contohnya adalah seperti kaum Gypsy di Eropa. Mereka berasal dari India dan sekarang dikenal sebagai orang-orang pengutil, kumuh dan malas dan dianggap sebagai sampah kota. Bangsa Gypsy  awalnya dikenal sebagai bangsa penghibur yang berkelana menjalankan akrobat dan tarian jalanan sejak abad pertengahan di Eropa barat. Namun, setelah terjadinya revolusi industri, tatanan sosial masyarakat eropa berubah dan kaum Gypsy tidak mampu beradaptasi mengikuti perubahan sosial tersebut. ketika pekerjaan sebagai penghibur seperti burung-burung kenari yang padai berceloteh tidak lagi memperoleh tempat, maka mereka beralih menjadi serigala heyna yang lapar dan liar. 
2.           Urbanisasi
Kota sebagai pusat kegiatan pendidikan, sosial, ekonomi dan politik menjadi magnet bagi masyarakat desa untuk mengadu nasib dan mencari peruntungan di kota. Urbanisasi masyarakat desa ke kota  merupakan sebuah masalah sosial. Urbanisasi adalah proses perpindahan penduduk dari desa ke kota. Salah satu penyebab terjadinya urbanisasi adalah kurangnya fasilitas umum yang ada di desa, sementara fasilitas umum di kota lebih lengkap.
Kepentingan dan keinginan seseorang terkadang sejalan dan seirama dengan keinginan dan kepentingan orang lain, tetapi seringkali atau tidak jarang juga terjadi perbedaan dan pertentangan. Muara dari perbedaan dan pertentangan demikian dapat melahirkan perselisihan. Begitupun juga dengan setiap orang yang melakukan urbanisasi. Mereka detang bersama sekelumit kepentingan dan keinginannya ke kota. Namun, terkadang kepentingan dan keinginan tesebut tidak selaras dengan realita atau berbenturan dengan kepentingan yang lain hingga memunculkan konflik.
Dengan demikian, Salah satu dampak negatif dari adanya urbanisasi adalah meningkatnya angka kriminalitas di perkotaan. Gemerlapnya dunia perkotaan menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat desa untuk melakukan mobilitas sosial vertikal naik. Namun, ternyata realitas sosial perkotaan tidak semudah yang dibayangkan. Persaingan yang ketat dan diperlukannya keterampilan khusus membuat tantangan utama untuk meraih kesuksesan. Diskrepansi atau ketidaksesuaian antara harapan-harapan  dengan realitas sosial perkotaan menimbulkan adanya disorientasi yang memicu untuk bertindak asosial.
3.           Kemiskinan dan Kesenjangan sosial ekonomi
Sebagaimana telah dikemukakan oleh Aristoteles dan  Thomas Van Aquino yang mengemukakan bahwa kemiskinan menyebabkan terjadinya kejahatan. Kesenjangan ekonomi antar kelas sosial mengakibatkan adanya kecemburuan sosial kelas bawah terhadap kelas atas. Kemelaratan mendorong orang untuk berbuat jahat. Begitupun juga dengan gelandangan dan pengangguran akan menimbulkan kejahatan.
Bahkan dalam suatu hadits juga dikatakan ”Kemiskinan dan kefakiran sering membawa kepada  kekafiran dan keingkaran” (HR. Abu Naim). Ali Bin Abi Thalib dengan tegas mengatakan : ”Seandainya kemiskinan berwujud seorang manusia,  niscaya aku akan membunuhnya.”.
Prijono Tjiptoherijanto (1997), menyatakan bahwa ada beberapa alasan penting, mengapa kemiskinan perlu mendapat perhatian untuk ditanggulangi. Pertama, kemiskinan merupakan kondisi yang kurang beruntung karena bagi kaum miskin akses terhadap perubahan politik institusional terbatas. Kedua, kemiskinan merupakan kondisi yang cenderung menjerumuskan orang miskin ke dalam tindak kriminalitas. Ketiga, bagi pembuat kebijaksanaan, kemiskinan itu sendiri mencerminkan kegagalan pelaksanaan pembangunan yang telah dihadapi pada masa lampau.
Robert Chambers (1983) mensinyalir, bahwa inti dari kemiskinan dan kesejangan sebenarnya terletak pada ”deprivation trap” atau ”perangkap kemiskinan”.     Deprivation trap terdiri atas lima unsur, yaitu : (1) kemiskinan itu sendiri, (2) kelemahan fisik, (3) keterasingan atau kadar isolasi, (4) kerentanan, dan (5) ketidakberdayaan.
4.           Ketatnya persaingan dalam melakukan mobilitas sosial
Ketatnya persaingan dalam melakukan mobilitas sosial vertikal naik menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya kriminalitas di perkotaan. Hal tesebut dikarenakan semakin tinggi kedudukan yang ingin di capai, maka biasanya semakin sedikit jumlah jabatan yang tersedia. Di sisi yang lain, semakin tinggi jabatannya maka semakin banyak orang yang ingin menduduki jabatanya.
Persaingan yang ketat dan banyaknya orang yang berambisi megakibatkan probabilitas untuk melakukan mobilitas sosial vertikal naik semakin kecil. Hal tersebut memicu terjadinya tindak kecurangan dalam persaingan. Seperti hal yang terjadi pada seleksi CPNS. Tidak sedikit praktek-praktek kecurangan terjadi di dalamnya dengan cara melakukan penyogokan kepada pihak-pihak yang bersangkutan.
Menurut Pitirim A. Sorokin[2], ada beberapa saluran dalam melakukan mobilitas sosial, yaitu: angkatan bersenjata, lembaga keagamaan, sekolah, organisasi politik, ekonomi dan keahlian.
5.           Disorganisasi keluarga
Disorganisasi keluarga merupakan salah satu masalah sosial yang sering terjadi pada masyarakat perkotaan. Disorganisasi keluarga adalah perpecahan keluarga sebagai suatu unit karena anggota-anggotanya gagal memenuhi kewajiban-kebajibannya yang sesuai dengan peranan sosialnya.[3] Misalnya seorang suami sebagai kepala keluarga gagal memenuhi kewajiban untuk menafkahi keluarganya sehingga terjadilah disorganisasi keluarga.  Atau pada kasus lain seorang ibu tidak melakukan perannya sebagaimana mestinya sehingga karena kesibukan bekerja, kedua orang tua lupa untuk menjalankan tugasnya sebagai agen sosialisasi nilai dan norma sosial.
6.           Pola pikir masyarakat kota yang materialistis dan lebih mementingkan nilai ekonomis
Pola pikir masyarakat perkotaan yang materialistis dan lebih mementingkan nilai ekonomis membuat hubungan sosial antara anggota masyarakatnya sangat renggang. Hal tersebut menumbuhkan sikap acuh tak acuh terhadap penderitaan orang lain dan sikap individualistis. Sehingga perilaku tolong-menolong di masyarakat kota sangat rendah. Konsep tolong-menolong dalam masyarakat kota yang materialistis tidak lagi dipandang sebagai suatu hal yang penting karena tidak bernilai ekonomis.
Keengganan masyarakat kelas ekonomi atas untuk menolong masyarakat yang miskin menimbulkan kebencian sosial kelas bawah terhadap kelas atas dan berujung pada tindak kriminal. Kebutuhan pokok akan pangan yang tidak terpenuhi mendorong seseorang untuk melakukan aksi pencuruian, pencopetan dan perampokan.
7.           Heterogenitas Masyarakat Perkotaan
Keanekaragaman masyarakat perkotaan bisa dilihiat dari segi mata pencahariannya, agamanya dan asal budayanya. Perbedaan-perbedaan tersebut menimbulkan adanya ketidaksamaan persepsi dalam menentukan nilai-nilai sosial, sehingga berdampak pada timbulnya konflik antar golongan. Konflik yang paling sering terjadi biasanya diakibatkan oleh adanya perbedaan latar belakang agama dan latar budaya yang disertai sikap primordialisme dan sikap tidak toleran.
8.           Memudarnya nilai dan norma agama
Agama sebagai pranata sosial dalam masyarakat mempunyai beberapa fungsi pokok untuk memenuhi kebutuhan manusia, yaitu:
1.     Memberikan pedoman kepada anggota masyarakat bagaimana mereka harus bertingkah laku dalam menghadapi segala sesuatu permasahan yang terjadi di masyarakat;
2.     Menjaga keharmonisan dan keselarasan di masyarakat;
3.     Memberikan pegangan kepada masyarakat dalam rangka mengadakan sistem pengendalian sosial (social control).
Agama memperkenalkan nilai-nilai absolut dan nilai-nilai kemanusiaan yag luhur, yang besar sekali artinya bagi pengendalian diri dan penghindaran diri dari perbuatan angkara serta durjana.[4] Agama berfungsi sebagai kontrol sosial (social control) perilaku anggotanya agar menghindarkan diri dari segala sesuatu perbutan yang merugikan orang lain seperti kejahatan. Internalisasi nilai-nilai agama akan menjadi sangat penting dalam menciptakan keselarasan dan keharmonisan bermasyarakat.
Namun seiring dengan arus perubahan sosial yang terjadi di masyarakat perkotaan, kesadaran akan pentingnya menjaga nilai dan norma sosial agama mulai memudar. Pergeseran paradigma tersebut mengakibatkan terjadinya anomi. Sebagaimana yang telah di ungkapkan oleh Durkheim (1897), anomi adalah suatu situasi tanpa norma dan tanpa arah sehingga tidak tercipta keselarasan antara kenyataan yang diharapkan dan kenyataan sosial yang ada. Jadi ketika nilai-nilai dan norma-norma agama sudah ditinggalkan, maka cara-cara untuk mencapai tujuan akan dilakukan dengan cara yang menyimpang.
Jelaskan faktor apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya mental disorder!
jawab:
Gejala utama atau gejala yang menonjol pada gangguan jiwa terdapat pada unsur kejiwaan, tetapi penyebab utamanya mungkin di badan (somatogenik), di lingkungan sosial (sosiogenik) ataupun psikis (psikogenik), (Maramis, 1994). Biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur itu yang saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbulah gangguan badan ataupun jiwa.
Macam-Macam Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa artinya bahwa yang menonjol ialah gejala-gejala yang psikologik dari unsur psikis (Maramis, 1994). Macam-macam gangguan jiwa (Rusdi Maslim, 1998): Gangguan mental organik dan simtomatik, skizofrenia, gangguan skizotipal dan gangguan waham, gangguan suasana perasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa, retardasi mental, gangguan perkembangan psikologis, gangguan perilaku dan emosional dengan onset masa kanak dan remaja.
a.     Skizofrenia.
Skizofrenia merupakan bentuk psikosa fungsional paling berat, dan menimbulkan disorganisasi personalitas yang terbesar. Skizofrenia juga merupakan suatu bentuk psikosa yang sering dijumpai dimana-mana sejak dahulu kala. Meskipun demikian pengetahuan kita tentang sebab-musabab dan patogenisanya sangat kurang (Maramis, 1994). Dalam kasus berat, klien tidak mempunyai kontak dengan realitas, sehingga pemikiran dan perilakunya abnormal. Perjalanan penyakit ini secara bertahap akan menuju kearah kronisitas, tetapi sekali-kali bisa timbul serangan. Jarang bisa terjadi pemulihan sempurna dengan spontan dan jika tidak diobati biasanya berakhir dengan personalitas yang rusak ” cacat ” (Ingram et al.,1995).
b.    Depresi
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri (Kaplan, 1998). Depresi juga dapat diartikan sebagai salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan yang ditandai dengan kemurungan, keleluasaan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya (Hawari, 1997). Depresi adalah suatu perasaan sedih dan yang berhubungan dengan penderitaan. Dapat berupa serangan yang ditujukan pada diri sendiri atau perasaan marah yang mendalam (Nugroho, 2000). Depresi adalah gangguan patologis terhadap mood mempunyai karakteristik berupa bermacam-macam perasaan, sikap dan kepercayaan bahwa seseorang hidup menyendiri, pesimis, putus asa, ketidak berdayaan, harga diri rendah, bersalah, harapan yang negatif dan takut pada bahaya yang akan datang. Depresi menyerupai kesedihan yang merupakan perasaan normal yang muncul sebagai akibat dari situasi tertentu misalnya kematian orang yang dicintai. Sebagai ganti rasa ketidaktahuan akan kehilangan seseorang akan menolak kehilangan dan menunjukkan kesedihan dengan tanda depresi (Rawlins et al., 1993). Individu yang menderita suasana perasaan (mood) yang depresi biasanya akan kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energi yang menuju keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktiftas (Depkes, 1993). Depresi dianggap normal terhadap banyak stress kehidupan dan abnormal hanya jika ia tidak sebanding dengan peristiwa penyebabnya dan terus berlangsung sampai titik dimana sebagian besar orang mulai pulih (Atkinson, 2000).
c.      Kecemasan
Kecemasan sebagai pengalaman psikis yang biasa dan wajar, yang pernah dialami oleh setiap orang dalam rangka memacu individu untuk mengatasi masalah yang dihadapi sebaik-baiknya, Maslim (1991). Suatu keadaan seseorang merasa khawatir dan takut sebagai bentuk reaksi dari ancaman yang tidak spesifik (Rawlins 1993). Penyebabnya maupun sumber biasanya tidak diketahui atau tidak dikenali. Intensitas kecemasan dibedakan dari kecemasan tingkat ringan sampai tingkat berat. Menurut Sundeen (1995) mengidentifikasi rentang respon kecemasan kedalam empat tingkatan yang meliputi, kecemasn ringan, sedang, berat dan kecemasan panik.
d.    Gangguan Kepribadian
Klinik menunjukkan bahwa gejala-gejala gangguan kepribadian (psikopatia) dan gejala-gejala nerosa berbentuk hampir sama pada orang-orang dengan intelegensi tinggi ataupun rendah. Jadi boleh dikatakan bahwa gangguan kepribadian, nerosa dan gangguan intelegensi sebagaian besar tidak tergantung pada satu dan lain atau tidak berkorelasi. Klasifikasi gangguan kepribadian: kepribadian paranoid, kepribadian afektif atau siklotemik, kepribadian skizoid, kepribadian axplosif, kepribadian anankastik atau obsesif-konpulsif, kepridian histerik, kepribadian astenik, kepribadian antisosial, Kepribadian pasif agresif, kepribadian inadequat, Maslim (1998).
e.      Gangguan Mental Organik
Merupakan gangguan jiwa yang psikotik atau non-psikotik yang disebabkan oleh gangguan fungsi jaringan otak (Maramis,1994). Gangguan fungsi jaringan otak ini dapat disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama mengenai otak atau yang terutama diluar otak. Bila bagian otak yang terganggu itu luas , maka gangguan dasar mengenai fungsi mental sama saja, tidak tergantung pada penyakit yang menyebabkannya bila hanya bagian otak dengan fungsi tertentu saja yang terganggu, maka lokasi inilah yang menentukan gejala dan sindroma, bukan penyakit yang menyebabkannya. Pembagian menjadi psikotik dan tidak psikotik lebih menunjukkan kepada berat gangguan otak pada suatu penyakit tertentu daripada pembagian akut dan menahun.
f.      Gangguan Psikosomatik
Merupakan komponen psikologik yang diikuti gangguan fungsi badaniah (Maramis, 1994). Sering terjadi perkembangan neurotik yang memperlihatkan sebagian besar atau semata-mata karena gangguan fungsi alat-alat tubuh yang dikuasai oleh susunan saraf vegetatif. Gangguan psikosomatik dapat disamakan dengan apa yang dinamakan dahulu neurosa organ. Karena biasanya hanya fungsi faaliah yang terganggu, maka sering disebut juga gangguan psikofisiologik.
g.     Retardasi Mental
Retardasi mental merupakan keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh terjadinya hendaya keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial (Maslim,1998).
h.    Gangguan Perilaku Masa Anak dan Remaja.
Anak dengan gangguan perilaku menunjukkan perilaku yang tidak sesuai dengan permintaan, kebiasaan atau norma-norma masyarakat (Maramis, 1994). Anak dengan gangguan perilaku dapat menimbulkan kesukaran dalam asuhan dan pendidikan. Gangguan perilaku mungkin berasal dari anak atau mungkin dari lingkungannya, akan tetapi akhirnya kedua faktor ini saling mempengaruhi. Diketahui bahwa ciri dan bentuk anggota tubuh serta sifat kepribadian yang umum dapat diturunkan dari orang tua kepada anaknya. Pada gangguan otak seperti trauma kepala, ensepalitis, neoplasma dapat mengakibatkan perubahan kepribadian. Faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi perilaku anak, dan sering lebih menentukan oleh karena lingkungan itu dapat diubah, maka dengan demikian gangguan perilaku itu dapat dipengaruhi atau dicegah.

Jelaskan Faktor Apa Saja Yang Dapat Menyebabkan Terjadinya Korupsi!
jawab:
1.     Iman Yang Tidak Kuat (Iman yang lemah)
Orang-orang yang memiliki kelemahan iman, sangat mudah sekali untuk melakukan tindakan kejahatan seperti korupsi contohnya. Apabila iman orang tersebut kuat, mereka tidak akan melakukan tindakan korups ini. Banyak sekali alasan yang diberikan oleh penindak korupsi ini.
2.     Lemahnya penegakan hukum
Lemahnya dan tidak tegasnya penegakan hukum merupakan faktor berkembangnya tindakan korupsi. Penegakan hukum yang lemah ini dapat menghindarkan para pelaku korupsi dari sanksi-sanksi hukum.
3.     Kurangnya Sosialisasi dan Penyuluhan kepada Masyarakat
Hal ini dapat menyebabkan masyarakat tidak tahu tentang mengenai bentuk-bentuk tindakan korupsi, ketentuan dan juga sanksi hukumnya, dan juga cara menghindarinya. Akibatnya, banyak sekali diantara mereka yang menganggap "biasa"  terhadap tindakan korupsi, bahkan merekapun juga akan melakukan hal tersebut.
4.     Desakan Kebutuhan Ekonomi
Dengan keadaan ekonomi yang sulit, semua serba sulit, berbagai tindakan pun akan dilakukan oleh seseorang, guna untuk mempermudah kebutuhan ekonomi seseorang, salahsatunya adalah dengan melakukan tindakan korupsi.
5.     Pengaruh Lingkungan
Lingkungan yang baik akan berdampak baik juga bagi orang yang berada dilingkungan tersebut, tetapi bagaimana jika di lingkungan tersebut penuh dengan tindakan korupsi dan lain-lain. Maka orang tersebut juga akan terpengaruh dengan tindakan kriminal, contohnya korupsi.

3 komentar:

  1. Best 777 Casino Way - Mapyro
    The 777 Casino Way in West Virginia 나주 출장마사지 offers 공주 출장안마 a perfect blend of excitement and 시흥 출장샵 convenience for 문경 출장안마 guests of all ages. Book your 777 casino today! 안산 출장안마 Rating: 3 · ‎2 reviews

    BalasHapus