Jelaskan pandangan perspektif
statistikal, absoutisme, reaksionis, dan normatif tentang perilaku menyimpang,
berikan contohnya dalam kehidupan sehari-hari !
jawab :
· Pertama, secara
statistikal adalah segala perilaku yang bertolak dari suatu
tindakan yang bukan rata-rata atau perilaku yang jarang dan tidak sering
dilakukan. Pendekatan ini berasumsi, bahwa sebagian besar masyarakat dianggap
melakukan cara-cara dan tindakan yang benar.
· Kedua, secara
absolut atau mutlak. Definisi perilaku menyimpang yang bersasal dari kaum
absolutis ini berangkat dari aturan-aturan sosial yang dianggap sebagai sesuatu
yang “mutlak” atau jelas dan nyata, sudah ada sejak dulu, serta berlaku tanpa
terkecuali, untuk semua warga masyarakat. Kelompok ini berasumsi bahwa
aturan-aturan dasar dari suatu masyarakat adalah jelas dan anggota-anggotanya
harus menyetujui tentang apa yang disebut sebagai menyimpang dan bukan.
· Ketiga, secara
reaktif yaitu perilaku menyimpang yang berkenaan dengan
reaksi masyarakat atau agen kontrol sosial terhadap tindakan yang dilakukan
seseorang. Artinya apabila ada reaksi dari masyarakat atau agen kontrol sosial
dan kemudian mereka memberi cap atau tanda (labeling) terhadap si pelaku
maka perilaku itu telah dicap menyimpang, demikian pula si pelaku, juga dikatan
menyimpang. Dengan demikian apa yang menyimpang dan apa yang tidak, tergantung
dari ketetapan-ketetapan ( atau reaksi-reaksi) dari anggota masyarakat terhadap
suatu tindakan.
· Keempat, secara
normatif ; penyimpangan adalah suatu pelanggaran dari
suatu norma sosial. Norma adalah suatu standar tentang “apa yang seharusnya
atau tidak seharusnya dipikirkan, dikatakan, atau dilakukan oleh warga
masyarakt pada suatu keadaan tertentu” Secara keseluruhan, maka definisi
normatif dari suatu perilaku menyimang adalah tindakan-tindakan atau perilaku
yang menyimpang dari norma-norma, dimana tindakan-tindakan tersebut tidak
disetujui atau dianggap tercela dan akan mendapatkan sanksi negatif dari
masyarakat.
Perilaku menyimpang dapat dijelaskan
melalui berbagai teori. coba anda jelaskan bagaimana pandangan teori anatomi,
sosialisasi, kontrol sosial, labeling, dan konflik tentang perilaku menyimpang!
jawab :
Teori-teori umum tentang
penyimpangan berusaha menjelaskan semua contoh penyimpangan sebanyak mungkin
dalam bentuk apapun (misalnya kejahatan, gangguan mental, bunuh diri dan
lain-lain). Berdasarkan perspektifnya penyimpangan ini dapat digolongkan dalam
dua teori utama. Perpektif patologi sosial menyamakan masyarakat dengan suatu
organisme biologis dan penyimpangan disamakan dengan kesakitan atau patologi
dalam organisme itu, berlawanan dengan model pemikiran medis dari para psikolog
dan psikiatris. Perspektif disorganisasi sosial memberikan pengertian
pemyimpangan sebagai kegagalan fungsi lembaga-lembaga komunitas lokal.
Masing-masing pandangan ini penting bagi tahap perkembangan teoritis dalam
mengkaji penyimpangan.
a.
Teori-Teori Sosiologi tentang Perilaku Menyimpang
Teori anomi adalah teori struktural tentang penyimpangan yang paling
penting selama lebih dari lima puluh tahun. Teori anomi menempatkan
ketidakseimbangan nilai dan norma dalam masyarakat sebagai penyebab
penyimpangan, di mana tujuan-tujuan budaya lebih ditekankan dari pada cara-cara
yang tersedia untuk mencapai tujuan-tujuan budaya itu. Individu dan kelompok
dalam masyarakat seperti itu harus menyesuaikan diri dan beberapa bentuk
penyesuaian diri itu bisa jadi sebuah penyimpangan. Sebagian besar orang menganut
norma-norma masyarakat dalam waktu yang lama, sementara orang atau kelompok
lainnya melakukan penyimpangan. Kelompok yang mengalami lebih banyak ketegangan
karena ketidakseimbangan ini (misalnya orang-orang kelas bawah) lebih cenderung
mengadaptasi penyimpangan daripada kelompok lainnya.
Teori
sosiologi atau teori belajar memandang penyimpangan muncul dari konflik
normatif di mana individu dan kelompok belajar norma-norma yang membolehkan
penyimpangan dalam keadaan tertentu. Pembelajaran itu mungkin tidak kentara,
misalnya saat orang belajar bahwa penyimpangan tidak mendapat hukuman. Tetapi
pembelajaran itu bisa juga termasuk mangadopsi norma-norma dan nilai-nilai yang
menetapkan penyimpangan diinginkan atau dibolehkan dalam keadaan tertentu.
Teori Differential Association oleh Sutherland adalah teori belajar tentang
penyimpangan yang paling terkenal. Walaupun teori ini dimaksudkan memberikan
penjelasan umum tentang kejahatan, dapat juga diaplikasikan dalam bentuk-bentuk
penyimpangan lainnya. Sebenarnya setiap teori sosiologis tentang penyimpangan
mempunyai asumsi bahwa individu disosialisasikan untuk menjadi anggota kelompok
atau masyarakat secara umum. Sebagian teori lebih menekankan proses belajar ini
daripada teori lainnya, seperti beberapa teori yang akan dibahas pada Bab
berikutnya.
b.
Teori Labeling
Teori-teori umum tentang penyimpangan mencoba menjelaskan semua bentuk
penyimpangan. Tetapi teori-teori terbatas lebih mempunyai lingkup penjelasan
yang terbatas. Beberapa teori terbatas adalah untuk jenis penyimpangan tertentu
saja, atau untuk bentuk substantif penyimpangan tertentu (seperti alkoholisme
dan bunuh diri), atau dibatasi untuk menjelaskan tindakan menyimpang bukan
perilaku menyimpang. Dalam bab ini perpektif-perpektif labeling, kontrol dan
konflik adalah contoh-contoh teori-teori terbatas yang didiskusikan.
Perspektif labeling mengetengahkan pendekatan interaksionisme dengan
berkonsentrasi pada konsekuensi interaksi antara penyimpang dengan agen kontrol
sosial. Teori ini memperkirakan bahwa pelaksanaan kontrol sosial menyebabkan
penyimpangan, sebab pelaksanaan kontrol sosial tersebut mendorong orang masuk
ke dalam peran penyimpang. Ditutupnya peran konvensional bagi seseorang dengan
pemberian stigma dan label, menyebabkan orang tersebut dapat menjadi penyimpang
sekunder, khususnya dalam mempertahankan diri dari pemberian label. Untuk masuk
kembali ke dalam peran sosial konvensional yang tidak menyimpang adalah
berbahaya dan individu merasa teralienasi. Menurut teori labeling, pemberian sanksi
dan label yang dimaksudkan untuk mengontrol penyimpangan malah menghasilkan
sebaliknya.
c.
Teori Kontrol
Perspektif kontrol adalah perspektif yang terbatas untuk penjelasan
delinkuensi dan kejahatan. Teori ini meletakkan penyebab kejahatan pada lemahnya
ikatan individu atau ikatan sosial dengan masyarakat, atau macetnya integrasi
sosial. Kelompk-kelompok yang lemah ikatan sosialnya (misalnya kelas bawah)
cenderung melanggar hukum karena merasa sedikit terikat dengan peraturan
konvensional. Jika seseorang merasa dekat dengan kelompok konvensional, sedikit
sekali kecenderungan menyimpang dari aturan-aturan kelompoknya. Tapi jika ada
jarak sosial sebagai hasil dari putusnya ikatan, seseorang merasa lebih bebas
untuk menyimpang.
d.
Teori Konflik
Teori konflik adalah pendekatan terhadap penyimpangan yang paling banyak
diaplikasikan kepada kejahatan, walaupun banyak juga digunakan dalam
bentuk-bentuk penyimpangan lainnya. Ia adalah teori penjelasan norma, peraturan
dan hukum daripada penjelasan perilaku yang dianggap melanggar peraturan.
Peraturan datang dari individu dan kelompok yang mempunyai kekuasaan yang
mempengaruhi dan memotong kebijakan publik melalui hukum. Kelompok-kelompok
elit menggunakan pengaruhnya terhadap isi hukum dan proses pelaksanaan sistem
peradilan pidana. Norma sosial lainnya mengikuti pola berikut ini. Beberapa
kelompok yang sangat berkuasa membuat norma mereka menjadi dominan, misalnya
norma yang menganjurkan hubungan heteroseksual, tidak kecanduan minuman keras,
menghindari bunuh diri karena alasan moral dan agama.
Homoseksualitas menyangkut orientasi dan perilaku seksual. Perilaku
homoseksual adalah hubungan seks antara orang yang berjenis kelamin sama.
Orientasi homoseksual adalah sikap atau perasaan ketertarikan seseorang pada
orang lain dengan jenis kelamin yang sama untuk tujuan kepuasan seksual. Lebih
banyak perilaku homoseksual dibandingkan orang yang memiliki orientasi
homoseksual. Norma dan aturan hukum yang melarang homoseksualitas dianggap
kuno, di mana opini masyarakat akhir-akhir ini lebih bisa menerima
homoseksualitas.
Perkembangan suatu orientasi homoseksualitas terjadi dalam konteks
biologis. Tetapi makna sesungguhnya dari orientasi tersebut berada dalam proses
sosialisasi seksual dan penerimaan serta indentifikasi peran seks. Sosialisasi
seksual adalah suatu proses yang kompleks yang dimulai dari belajar norma.
Norma-norma seksual mengidentivikasi objek seksual, waktu, tempat dan situasi.
Banyak kombinasi yang mungkin dapat terjadi dan termasuk terjadinya kesalahan
dalam sosialisasi. Preferensi seksual terbentuk saat masa remaja, walaupun
banyak juga para homoseksual yang menjadi homoseksual di usia yang lebih tua.
Penerimaan identifas homoseksual terjadi setelah suatu proses peningkatan
aktivitas homoseksual dan partisipasi dalam suatu subkebudayaan homoseksual
atau komunikasi homoseksual. Secara sosiologis, seorang homoseksual adalah
orang yang memiliki identitas homoseksual.
Jelaskan manfaatnya bagi anda
mempelajari perilaku menyimpang!
jawab:
Perilaku menyimpang merupakan
fenomena sosial yang selalu terjadi di masyarakat. Apabila prilaku menyimpang
terjadi dalam jumlah dan skala yang besar, maka keamanan dan ketertiban
masyarakat dapat terganggu. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah sosial.
Langkah langkah tersebut dinamakan pengendalian sosial. Pengendalian sosial ini
dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, sesuai dengan tingkat dan jenis
penyimpangan perilaku yang dilakukan.
Pengetahuan sosiologi tentang
munculnya perilaku menyimpang yang dapat mengganggu keteraturan sosial akan
memberikan pengetahuan tentang upaya pengendalian sosial. Upaya pengendalian
sosial diciptakan agar keteraturan sosial dapat dibangun dan terus terjaga
didalam masyarakat.
Misalnya, banyaknya penyalahgunaan narkotika
dikalangan remaja. Akibat yang ditimbulkan dari tindakan ini yaitu
ketidakstabilan fisik dan mental, bahkan gengguan ketenangan umum. Oleh karena
itu, dapat diupayakan pengendalian sosial dengan cara memberikan penyuluhan dan
meningkatkan kesigapan aparat penegak hukum dalam mewujudkan keteraturan
sosial.
Perilaku menyimpang dikaji oleh
berbagai disiplin ilmu seperti sosiologi, psikologi, antropologi hukum dan
kriminologi. jelaskan bagaimana berbagai disiplin ilmu itu mempelajari perilaku
menyimpang!
jawab:
Dalam ilmu sosial, selain sosiologi,
ilmu lain yang mempelajari perilaku menyimpang, di antaranya psikologi. Bidang
ilmu tersebut mempelajari tingkah laku atau perilaku seseorang ketika merespons
pengaruh-pengaruh sosial yang ada di sekelilingnya.
Psikologi lebih menekankan pada
proses-proses yang terjadi secara individual, tetapi dipengaruhi oleh
variabel-variabel sosial. Misalnya, dalam berinteraksi perilaku individu
dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, seperti imitasi, sugesti, identifikasi,
dan simpati. Berdasarkan pemikiran itu dapat dipahami mengapa perilaku
anak-anak adalah cerminan perilaku orang-orang dewasa yang ada di sekeliling
mereka. Jika orang-orang yang ada di sekitarnya memberi contoh tidak baik pada
anak, misalnya sering mengumpat, mengeluarkan kata-kata kotor atau tak senonoh,
maka anak secara tidak sadar (karena ia belum tahu arti kata-kata buruk
tersebut) akan menirukan dan menggunakannya untuk berkomunikasi dengan
teman-temannya.
Antropologi juga mempelajari perilaku
menyimpang karena orang-orang yang berperilaku menyimpang cenderung mengabaikan
nilai-nilai budaya kelompok atau masyarakatnya. Melalui nilai-nilai budaya,
maka akan diketahui karakteristik, tata aturan, dan kaidah-kaidah yang ada
dalam kehidupan suatu masyarakat. Dengan demikian, akan diketahui pula berbagai
perilaku yang spesifik dari masing-masing kelompok dan berbagai perbedaan
berperilaku di antara anggota-anggota masyarakat di berbagai belahan dunia,
termasuk memahami “penyimpangan” perilaku yang dilakukan oleh etnis atau kultur
tertentu.
Ilmu hukum dan kriminologi juga
memiliki perhatian pada studi perilaku menyimpang. Kedua ilmu itu
berkepentingan dalam mempelajari sebab-sebab yang melatarbelakangi terjadinya
penyimpangan perilaku atau pelanggaran hukum yang dilakukan oleh para
penyimpang itu. Dengan mengetahui penyebabnya, mereka dapat merumuskan
kebijakan (untuk studi kriminologi) dan aturan hukum (untuk studi ilmu hukum)
guna mencegah berulangnya pelanggaran sosial. Namun, kalaupun pelanggaran itu
berkali-kali terjadi, ilmu hukum berkepentingan untuk menetapkan bentuk-bentuk
hukuman yang dapat membuat jera pelakunya.
Perilaku
menyimpang dapat digolongkan ke dalam perilaku non conformis, anti sosial dan
kriminal. jelaskan maksud dan contohnya!
jawab:
Ada 3 bentuk yang digolongkan
sebagai perilaku menyimpang adalah :
1.
Tindakan
yang nonconform
Perilaku
yang tidak sesuai dengan nilai – nilai atau norma – norma yang ada. Missal,
membolos atau meninggalkan pelajaran pada jam – jam kuliah dan kemudian titip
tanda tangan pada teman.
2.
Tindakan
yang antisosial atau sosial
Tindakan
yang melawan kebiasaan masyarakat atau kepentingan umum. Missal, menarik diri
dari pergaulan, tidak mau berteman, keinginan untuk bunuh diri, menggunakan
narkotika, dan lain sebagainya.
3.
Tindakan –
tindakan criminal
Tindakan
yang nyata – nyata telah melanggar aturan – aturan hokum tertulis dan mengancam
jiwa atau keselamatan orang lain. Missal, pencurian, perampokan, korupsi,
pemerkosaan, dan lain sebagainya.
Jelaskan dengan diiringi contoh bagaimana proses terjadinya perilaku
menyimpang dalam diri individu maupun dalam subkultur!
jawab:
Subkultur Menyimpang perilaku
menyimpang tidak saja dilakukan secara perorang, tapi tak jarang juga dilakukan
oleh kelompok acap yang disebut dengan subkultur menyimpang. Asal mula
terjadinya subkultru menyimpang karena ada interaksi diantara sekelompok orang
yang mendapatkan status atau cap menyimpang. Melalui interaksi dan intensitas
pergaulan yang cukup erat diantara mereka, maka terbentuklah perasaan senasib
dalam menghadapi dilemma yang sama. Para anggota dari suatu subkultur
menyimpang biasanya juga mengajarkan kepada anggota – anggota barunya tentang
berbagai keterampilan untuk melanggar hukum dan menghindari kejaran agen – agen
social masyarakat.
Jelaskan faktor apa saja yang dapat
menyebabkan terjadi pelacuran!
Jawab:
Faktor-faktor penyebab pelacuran
sangat beragam. Banyak studi yang telah dilakukan oleh para ahli untuk mendapatkan
jawaban mengenai faktor yang mempengaruhi perempuan menjadi pelacur. Weisberg
(Koentjoro, 2004) menemukan adanya tiga motif utama yang menyebabkan perempuan
memasuki dunia pelacuran, yaitu:
1.
Motif psikoanalisis menekankan aspek neurosis pelacuran,
seperti bertindak sebagaimana konflik Oedipus dan kebutuhan untuk menentang
standar orang tua dan sosial.
2.
Motif ekonomi secara sadar menjadi faktor yang
memotivasi. Motif ekonomi ini yang dimaksud adalah uang.
3.
Motivasi situasional, termasuk di dalamnya
penyalahgunaan kekuasaan orang tua, penyalahgunaan fisik, merendahkan dan
buruknya hubungan dengan orang tua. Weisberg juga meletakkan pengalaman di awal
kehidupan, seperti pengalaman seksual diri dan peristiwa traumatik sebagai
bagian dari motivasi situasional. Dalam banyak kasus ditemukan bahwa perempuan
menjadi pelacur karena telah kehilangan keperawanan sebelum menikah atau hamil
di luar nikah.
Berbeda dengan pendapat di atas,
Greenwald (Koentjoro, 2004) mengemukakan bahwa faktor yang melatarbelakangi
seseorang untuk menjadi pelacur adalah faktor kepribadian. Ketidakbahagiaan
akibat pola hidup, pemenuhan kebutuhan untuk membuktikan tubuh yang menarik
melalui kontak seksual dengan bermacam-macam pria, dan sejarah perkembangan
cenderung mempengaruhi perempuan menjadi pelacur.
Sedangkan Supratiknya (1995)
berpendapat bahwa secara umum alas an wanita menjadi pelacur adalah demi uang.
Alasan lainya adalah wanita-wanita yang pada akhirnya harus menjadi pelacur
bukan atas kemauannya sendiri, hal ini dapat terjadi pada wanita-wanita yang
mencari pekerjaan pada biro-biro penyalur tenaga kerja yang tidak bonafide,
mereka dijanjikan untuk pekerjaan di dalam atau pun di luar negeri namun pada
kenyataannya dijual dan dipaksa untuk menjadi pelacur.
Kemudian secara rinci Kartini
Kartono (2005) menjelaskan motifmotif yang melatarbelakangi pelacuran pada
wanita adalah sebagai berikut:
1. Adanya
kecenderungan melacurkan diri pada banyak wanita untuk menghindarkan diri dari
kesulitan hidup, dan mendapatkan kesenangan melalui jalan pendek. Kurang
pengertian, kurang pendidikan, dan buta huruf, sehingga menghalalkan pelacuran.
2. Ada
nafsu-nafsu seks yang abnormal, tidak terintegrasi dalam kepribadian, dan
keroyalan seks. Hysteris dan hyperseks, sehingga tidak merasa puas mengadakan
relasi seks dengan satu pria/suami.
3. Tekanan
ekonomi, faktor kemiskinan, dan pertimbangan-pertimbangan ekonomis untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya, khususnya dalam usaha mendapatkan status
sosial yang lebih baik.
4. Aspirasi
materiil yang tinggi pada diri wanita dan kesenangan ketamakan terhadap
pakaian-pakaian indah dan perhiasan mewah. Ingin hidup bermewah-mewah, namun
malas bekerja.
5. ompensasi
terhadap perasaan-perasaan inferior. Jadi ada adjustment yang negative,
terutama sekali tarjadi pada masa puber dan adolesens. Ada keinginan untuk
melebihi kakak, ibu sendiri, teman putri, tante-tante atau wanita-wanita
mondain lainnya.
6. Rasa ingin
tahu gadis-gadis cilik dan anak-anak puber pada masalah seks, yang kemudian
tercebur dalam dunia pelacuran oleh bujukan banditbandit seks.
7. Anak-anak
gadis memberontak terhadap otoritas orang tua yang menekankan banyak tabu dan
peraturan seks. Juga memberontak terhadap masyarakat dan norma-norma susila
yang dianggap terlalu mengekang diri anak-anak remaja , mereka lebih menyukai
pola seks bebas.
8. Pada masa
kanak-kanak pernah malakukan relasi seks atau suka melakukan hubungan seks
sebelum perkawinan (ada premarital sexrelation) untuk sekedar iseng atau untuk
menikmati “masa indah” di kala muda.
9. Gadis-gadis
dari daerah slum (perkampungan-perkampungan melarat dan kotor dengan lingkungan
yang immoral yang sejak kecilnya selalu melihat persenggamaan orang-orang
dewasa secara kasar dan terbuka, sehingga terkondisikan mentalnya dengan
tindak-tindak asusila). Lalu menggunakan mekanisme promiskuitas/pelacuran untuk
mempertahankan hidupnya.
10.
Bujuk rayu kaum laki-laki dan para calo, terutama yang
menjajikan pekerjaan-pekerjaan terhormat dengan gaji tinggi.
11.
Banyaknya stimulasi seksual dalam bentuk : film-film
biru, gambar-gambar porno, bacaan cabul, geng-geng anak muda yang mempraktikkan
seks dan lain-lain.
12.
Gadis-gadis pelayan toko dan pembantu rumah tangga
tunduk dan patuh melayani kebutuhan-kebutuhan seks dari majikannya untuk tetap
mempertahankan pekerjaannya.
13.
Penundaan perkawinan, jauh sesudah kematangan
biologis, disebabkan oleh pertimbangan-pertimbangan ekonomis dan standar hidup
yang tinggi. Lebih suka melacurkan diri daripada kawin.
14.
Disorganisasi dan disintegrasi dari kehidupan
keluarga, broken home, ayah dan ibu lari, kawin lagi atau hidup bersama dengan
partner lain. Sehingga anak gadis merasa sangat sengsara batinnya, tidak
bahagia, memberontak, lalu menghibur diri terjun dalam dunia pelacuran.
15.
Mobilitas dari jabatan atau pekerjaan kaum laki-laki
dan tidak sempat membawa keluarganya.
16.
Adanya ambisi-ambisi besar pada diri wanita untuk
mendapatkan status sosial yang tinggi, dengan jalan yang mudah tanpa kerja
berat, tanpa suatu skill atau ketrampilan khusus.
17.
Adanya anggapan bahwa wanita memang dibutuhkan dalam
bermacammacam permainan cinta, baik sebagai iseng belaka maupun sebagai
tujuan-tujuan dagang.
18.
Pekerjaan sebagai lacur tidak membutuhkan keterampilan/skill,
tidak memerlukan inteligensi tinggi, mudah dikerjakan asal orang yang
bersangkutan memiliki kacantikan, kemudaan dan keberanian.
19.
Anak-anak gadis dan wanita-wanita muda yang kecanduan
obat bius (hash-hish, ganja, morfin, heroin, candu, likeur/minuman dengan kadar
alkohol tinggi, dan lain-lain) banyak menjadi pelacur untuk mendapatkan uang
pembeli obat-obatan tersebut.
20.
Oleh pengalaman-pengalaman traumatis (luka jiwa) dan
shock mental misalnya gagal dalam bercinta atau perkawinan dimadu, ditipu,
sehingga muncul kematangan seks yang terlalu dini dan abnormalitas seks.
21.
Ajakan teman-teman sekampung/sekota yang sudah terjun
terlebih dahulu dalam dunia pelacuran.
22.
Ada kebutuhan seks yang normal, akan tetapi tidak
dipuaskan oleh pihak suami.
Dari pendapat-pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor
yang melatarbelakangi seseorang memasuki dunia pelacuran dapat dibagi menjadi
dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berupa
rendahnya standar moral dan nafsu seksual yang dimiliki orang tersebut.
Sedangkan faktor eksternal berupa kesulitan ekonomi, korban penipuan, korban
kekerasan seksual dan keinginan untuk memperoleh status sosial yang lebih
tinggi
Jelaskan apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya kriminalitas!
jawab:
Kondisi lingkungan dengan
perubahan-perubahan yang cepat, norma-norma dan sanksi sosial yang semakin
longgar serta macam-macam sub-kultur dan kebudayaan asing yang saling berkonflik,
semua faktor itu memberikan pengaruh yang mengacau; dan memunculkan
dis-organisasi dalam masyarakatnya, sehingga muncullah pelbagai jenis
kejahatan. Dengan adanya kejahatan tersebut, merupakan tantangan berat bagi
para anggota masyarakat.
1.
Ketidakmampuan
beradaptasi dalam menghadapi perubahan sosial
Kemajuan
teknologi, industrialisasi, modernisasi dan globalisasi di perkotaan
mengakibatkan adanya perubahan sosial dari masyarakat yang kompleks menjadi
multi kompleks. Struktur sosial masyarakat perkotaan yang multikompleks
menyulitkan seseorang untuk beradaptasi. Hal tersebut menyebabkan kebingungan,
kecemasan dan berbagai konflik baik secara eksternal maupun secara internal.
Oleh sebab itu, maka munculah tindakan-tindakan yang tidak selaras dengan
aturan hukum dan norma sosial yang berlaku di masyarakat tersebut.
Salah satu
contohnya adalah seperti kaum Gypsy di Eropa. Mereka berasal dari India dan
sekarang dikenal sebagai orang-orang pengutil, kumuh dan malas dan dianggap
sebagai sampah kota. Bangsa Gypsy awalnya dikenal sebagai bangsa
penghibur yang berkelana menjalankan akrobat dan tarian jalanan sejak abad
pertengahan di Eropa barat. Namun, setelah terjadinya revolusi industri,
tatanan sosial masyarakat eropa berubah dan kaum Gypsy tidak mampu beradaptasi
mengikuti perubahan sosial tersebut. ketika pekerjaan sebagai penghibur seperti
burung-burung kenari yang padai berceloteh tidak lagi memperoleh tempat, maka
mereka beralih menjadi serigala heyna yang lapar dan liar.
2.
Urbanisasi
Kota sebagai
pusat kegiatan pendidikan, sosial, ekonomi dan politik menjadi magnet bagi
masyarakat desa untuk mengadu nasib dan mencari peruntungan di kota. Urbanisasi
masyarakat desa ke kota merupakan sebuah masalah sosial. Urbanisasi
adalah proses perpindahan penduduk dari desa ke kota. Salah satu penyebab
terjadinya urbanisasi adalah kurangnya fasilitas umum yang ada di desa,
sementara fasilitas umum di kota lebih lengkap.
Kepentingan dan keinginan seseorang
terkadang sejalan dan seirama dengan keinginan dan kepentingan orang lain,
tetapi seringkali atau tidak jarang juga terjadi perbedaan dan pertentangan.
Muara dari perbedaan dan pertentangan demikian dapat melahirkan perselisihan.
Begitupun juga dengan setiap orang yang melakukan urbanisasi. Mereka detang
bersama sekelumit kepentingan dan keinginannya ke kota. Namun, terkadang
kepentingan dan keinginan tesebut tidak selaras dengan realita atau berbenturan
dengan kepentingan yang lain hingga memunculkan konflik.
Dengan demikian, Salah satu dampak
negatif dari adanya urbanisasi adalah meningkatnya angka kriminalitas di
perkotaan. Gemerlapnya dunia perkotaan menjadi daya tarik tersendiri bagi
masyarakat desa untuk melakukan mobilitas sosial vertikal naik. Namun, ternyata
realitas sosial perkotaan tidak semudah yang dibayangkan. Persaingan yang ketat
dan diperlukannya keterampilan khusus membuat tantangan utama untuk meraih
kesuksesan. Diskrepansi atau ketidaksesuaian antara harapan-harapan
dengan realitas sosial perkotaan menimbulkan adanya disorientasi yang
memicu untuk bertindak asosial.
3.
Kemiskinan
dan Kesenjangan sosial ekonomi
Sebagaimana
telah dikemukakan oleh Aristoteles dan Thomas Van Aquino yang
mengemukakan bahwa kemiskinan menyebabkan terjadinya kejahatan. Kesenjangan
ekonomi antar kelas sosial mengakibatkan adanya kecemburuan sosial kelas bawah
terhadap kelas atas. Kemelaratan mendorong orang untuk berbuat jahat. Begitupun
juga dengan gelandangan dan pengangguran akan menimbulkan kejahatan.
Bahkan dalam suatu hadits juga
dikatakan ”Kemiskinan dan kefakiran sering membawa kepada kekafiran
dan keingkaran” (HR. Abu Naim). Ali Bin Abi Thalib dengan tegas mengatakan
: ”Seandainya kemiskinan berwujud seorang manusia, niscaya aku akan
membunuhnya.”.
Prijono Tjiptoherijanto (1997),
menyatakan bahwa ada beberapa alasan penting, mengapa kemiskinan perlu mendapat
perhatian untuk ditanggulangi. Pertama, kemiskinan merupakan kondisi
yang kurang beruntung karena bagi kaum miskin akses terhadap perubahan politik
institusional terbatas. Kedua, kemiskinan merupakan kondisi yang
cenderung menjerumuskan orang miskin ke dalam tindak kriminalitas. Ketiga,
bagi pembuat kebijaksanaan, kemiskinan itu sendiri mencerminkan kegagalan
pelaksanaan pembangunan yang telah dihadapi pada masa lampau.
Robert Chambers (1983) mensinyalir,
bahwa inti dari kemiskinan dan kesejangan sebenarnya terletak pada ”deprivation
trap” atau ”perangkap kemiskinan”. Deprivation trap
terdiri atas lima unsur, yaitu : (1) kemiskinan itu sendiri, (2) kelemahan
fisik, (3) keterasingan atau kadar isolasi, (4) kerentanan, dan (5)
ketidakberdayaan.
4.
Ketatnya
persaingan dalam melakukan mobilitas sosial
Ketatnya
persaingan dalam melakukan mobilitas sosial vertikal naik menjadi salah satu
faktor penyebab terjadinya kriminalitas di perkotaan. Hal tesebut dikarenakan
semakin tinggi kedudukan yang ingin di capai, maka biasanya semakin sedikit
jumlah jabatan yang tersedia. Di sisi yang lain, semakin tinggi jabatannya maka
semakin banyak orang yang ingin menduduki jabatanya.
Persaingan yang ketat dan banyaknya
orang yang berambisi megakibatkan probabilitas untuk melakukan mobilitas sosial
vertikal naik semakin kecil. Hal tersebut memicu terjadinya tindak kecurangan
dalam persaingan. Seperti hal yang terjadi pada seleksi CPNS. Tidak sedikit
praktek-praktek kecurangan terjadi di dalamnya dengan cara melakukan penyogokan
kepada pihak-pihak yang bersangkutan.
Menurut Pitirim A. Sorokin[2], ada
beberapa saluran dalam melakukan mobilitas sosial, yaitu: angkatan bersenjata,
lembaga keagamaan, sekolah, organisasi politik, ekonomi dan keahlian.
5.
Disorganisasi keluarga
Disorganisasi
keluarga merupakan salah satu masalah sosial yang sering terjadi pada
masyarakat perkotaan. Disorganisasi keluarga adalah perpecahan keluarga sebagai
suatu unit karena anggota-anggotanya gagal memenuhi kewajiban-kebajibannya yang
sesuai dengan peranan sosialnya.[3] Misalnya seorang suami sebagai kepala
keluarga gagal memenuhi kewajiban untuk menafkahi keluarganya sehingga
terjadilah disorganisasi keluarga. Atau pada kasus lain seorang ibu tidak
melakukan perannya sebagaimana mestinya sehingga karena kesibukan bekerja,
kedua orang tua lupa untuk menjalankan tugasnya sebagai agen sosialisasi nilai
dan norma sosial.
6.
Pola pikir
masyarakat kota yang materialistis dan lebih mementingkan nilai ekonomis
Pola pikir masyarakat perkotaan yang
materialistis dan lebih mementingkan nilai ekonomis membuat hubungan sosial
antara anggota masyarakatnya sangat renggang. Hal tersebut menumbuhkan sikap
acuh tak acuh terhadap penderitaan orang lain dan sikap individualistis.
Sehingga perilaku tolong-menolong di masyarakat kota sangat rendah. Konsep
tolong-menolong dalam masyarakat kota yang materialistis tidak lagi dipandang
sebagai suatu hal yang penting karena tidak bernilai ekonomis.
Keengganan
masyarakat kelas ekonomi atas untuk menolong masyarakat yang miskin menimbulkan
kebencian sosial kelas bawah terhadap kelas atas dan berujung pada tindak
kriminal. Kebutuhan pokok akan pangan yang tidak terpenuhi mendorong seseorang
untuk melakukan aksi pencuruian, pencopetan dan perampokan.
7.
Heterogenitas
Masyarakat Perkotaan
Keanekaragaman
masyarakat perkotaan bisa dilihiat dari segi mata pencahariannya, agamanya dan
asal budayanya. Perbedaan-perbedaan tersebut menimbulkan adanya ketidaksamaan
persepsi dalam menentukan nilai-nilai sosial, sehingga berdampak pada timbulnya
konflik antar golongan. Konflik yang paling sering terjadi biasanya diakibatkan
oleh adanya perbedaan latar belakang agama dan latar budaya yang disertai sikap
primordialisme dan sikap tidak toleran.
8.
Memudarnya
nilai dan norma agama
Agama
sebagai pranata sosial dalam masyarakat mempunyai beberapa fungsi pokok untuk
memenuhi kebutuhan manusia, yaitu:
1.
Memberikan pedoman kepada anggota masyarakat bagaimana
mereka harus bertingkah laku dalam menghadapi segala sesuatu permasahan yang
terjadi di masyarakat;
2.
Menjaga keharmonisan dan keselarasan di masyarakat;
3.
Memberikan pegangan kepada masyarakat dalam rangka
mengadakan sistem pengendalian sosial (social control).
Agama memperkenalkan nilai-nilai
absolut dan nilai-nilai kemanusiaan yag luhur, yang besar sekali artinya bagi
pengendalian diri dan penghindaran diri dari perbuatan angkara serta durjana.[4]
Agama berfungsi sebagai kontrol sosial (social control) perilaku
anggotanya agar menghindarkan diri dari segala sesuatu perbutan yang merugikan
orang lain seperti kejahatan. Internalisasi nilai-nilai agama akan menjadi
sangat penting dalam menciptakan keselarasan dan keharmonisan bermasyarakat.
Namun seiring dengan arus perubahan
sosial yang terjadi di masyarakat perkotaan, kesadaran akan pentingnya menjaga
nilai dan norma sosial agama mulai memudar. Pergeseran paradigma tersebut
mengakibatkan terjadinya anomi. Sebagaimana yang telah di ungkapkan oleh
Durkheim (1897), anomi adalah suatu situasi tanpa norma dan tanpa arah sehingga
tidak tercipta keselarasan antara kenyataan yang diharapkan dan kenyataan
sosial yang ada. Jadi ketika nilai-nilai dan norma-norma agama sudah
ditinggalkan, maka cara-cara untuk mencapai tujuan akan dilakukan dengan cara
yang menyimpang.
Jelaskan faktor apa saja yang dapat
menyebabkan terjadinya mental disorder!
jawab:
Gejala utama atau gejala yang
menonjol pada gangguan jiwa terdapat pada unsur kejiwaan, tetapi penyebab
utamanya mungkin di badan (somatogenik), di lingkungan sosial (sosiogenik)
ataupun psikis (psikogenik), (Maramis, 1994). Biasanya tidak terdapat penyebab
tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur itu yang
saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbulah gangguan
badan ataupun jiwa.
Macam-Macam
Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa artinya bahwa yang
menonjol ialah gejala-gejala yang psikologik dari unsur psikis (Maramis, 1994).
Macam-macam gangguan jiwa (Rusdi Maslim, 1998): Gangguan mental organik dan
simtomatik, skizofrenia, gangguan skizotipal dan gangguan waham, gangguan
suasana perasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang
berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, Gangguan kepribadian
dan perilaku masa dewasa, retardasi mental, gangguan perkembangan psikologis,
gangguan perilaku dan emosional dengan onset masa kanak dan remaja.
a.
Skizofrenia.
Skizofrenia
merupakan bentuk psikosa fungsional paling berat, dan menimbulkan disorganisasi
personalitas yang terbesar. Skizofrenia juga merupakan suatu bentuk psikosa
yang sering dijumpai dimana-mana sejak dahulu kala. Meskipun demikian
pengetahuan kita tentang sebab-musabab dan patogenisanya sangat kurang
(Maramis, 1994). Dalam kasus berat, klien tidak mempunyai kontak dengan
realitas, sehingga pemikiran dan perilakunya abnormal. Perjalanan penyakit ini
secara bertahap akan menuju kearah kronisitas, tetapi sekali-kali bisa timbul
serangan. Jarang bisa terjadi pemulihan sempurna dengan spontan dan jika tidak
diobati biasanya berakhir dengan personalitas yang rusak ” cacat ” (Ingram et
al.,1995).
b.
Depresi
Depresi merupakan
satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang
sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu
makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya,
serta gagasan bunuh diri (Kaplan, 1998). Depresi juga dapat diartikan sebagai
salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan yang ditandai dengan
kemurungan, keleluasaan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus
asa dan lain sebagainya (Hawari, 1997). Depresi adalah suatu perasaan sedih dan
yang berhubungan dengan penderitaan. Dapat berupa serangan yang ditujukan pada
diri sendiri atau perasaan marah yang mendalam (Nugroho, 2000). Depresi adalah
gangguan patologis terhadap mood mempunyai karakteristik berupa bermacam-macam
perasaan, sikap dan kepercayaan bahwa seseorang hidup menyendiri, pesimis,
putus asa, ketidak berdayaan, harga diri rendah, bersalah, harapan yang negatif
dan takut pada bahaya yang akan datang. Depresi menyerupai kesedihan yang
merupakan perasaan normal yang muncul sebagai akibat dari situasi tertentu misalnya
kematian orang yang dicintai. Sebagai ganti rasa ketidaktahuan akan kehilangan
seseorang akan menolak kehilangan dan menunjukkan kesedihan dengan tanda
depresi (Rawlins et al., 1993). Individu yang menderita suasana perasaan (mood)
yang depresi biasanya akan kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya
energi yang menuju keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktiftas (Depkes,
1993). Depresi dianggap normal terhadap banyak stress kehidupan dan abnormal
hanya jika ia tidak sebanding dengan peristiwa penyebabnya dan terus
berlangsung sampai titik dimana sebagian besar orang mulai pulih (Atkinson,
2000).
c.
Kecemasan
Kecemasan sebagai pengalaman psikis yang biasa dan wajar, yang
pernah dialami oleh setiap orang dalam rangka memacu individu untuk mengatasi
masalah yang dihadapi sebaik-baiknya, Maslim (1991). Suatu keadaan seseorang
merasa khawatir dan takut sebagai bentuk reaksi dari ancaman yang tidak
spesifik (Rawlins 1993). Penyebabnya maupun sumber biasanya tidak diketahui
atau tidak dikenali. Intensitas kecemasan dibedakan dari kecemasan tingkat
ringan sampai tingkat berat. Menurut Sundeen (1995) mengidentifikasi rentang
respon kecemasan kedalam empat tingkatan yang meliputi, kecemasn ringan,
sedang, berat dan kecemasan panik.
d.
Gangguan Kepribadian
Klinik
menunjukkan bahwa gejala-gejala gangguan kepribadian (psikopatia) dan
gejala-gejala nerosa berbentuk hampir sama pada orang-orang dengan intelegensi
tinggi ataupun rendah. Jadi boleh dikatakan bahwa gangguan kepribadian, nerosa
dan gangguan intelegensi sebagaian besar tidak tergantung pada satu dan lain
atau tidak berkorelasi. Klasifikasi gangguan kepribadian: kepribadian paranoid,
kepribadian afektif atau siklotemik, kepribadian skizoid, kepribadian axplosif,
kepribadian anankastik atau obsesif-konpulsif, kepridian histerik, kepribadian
astenik, kepribadian antisosial, Kepribadian pasif agresif, kepribadian
inadequat, Maslim (1998).
e.
Gangguan Mental Organik
Merupakan
gangguan jiwa yang psikotik atau non-psikotik yang disebabkan oleh gangguan
fungsi jaringan otak (Maramis,1994). Gangguan fungsi jaringan otak ini dapat
disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama mengenai otak atau yang
terutama diluar otak. Bila bagian otak yang terganggu itu luas , maka gangguan
dasar mengenai fungsi mental sama saja, tidak tergantung pada penyakit yang
menyebabkannya bila hanya bagian otak dengan fungsi tertentu saja yang
terganggu, maka lokasi inilah yang menentukan gejala dan sindroma, bukan
penyakit yang menyebabkannya. Pembagian menjadi psikotik dan tidak psikotik
lebih menunjukkan kepada berat gangguan otak pada suatu penyakit tertentu
daripada pembagian akut dan menahun.
f.
Gangguan Psikosomatik
Merupakan
komponen psikologik yang diikuti gangguan fungsi badaniah (Maramis, 1994).
Sering terjadi perkembangan neurotik yang memperlihatkan sebagian besar atau
semata-mata karena gangguan fungsi alat-alat tubuh yang dikuasai oleh susunan
saraf vegetatif. Gangguan psikosomatik dapat disamakan dengan apa yang
dinamakan dahulu neurosa organ. Karena biasanya hanya fungsi faaliah yang
terganggu, maka sering disebut juga gangguan psikofisiologik.
g.
Retardasi Mental
Retardasi
mental merupakan keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap,
yang terutama ditandai oleh terjadinya hendaya keterampilan selama masa
perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh,
misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial (Maslim,1998).
h.
Gangguan Perilaku Masa Anak dan Remaja.
Anak dengan
gangguan perilaku menunjukkan perilaku yang tidak sesuai dengan permintaan,
kebiasaan atau norma-norma masyarakat (Maramis, 1994). Anak dengan gangguan
perilaku dapat menimbulkan kesukaran dalam asuhan dan pendidikan. Gangguan
perilaku mungkin berasal dari anak atau mungkin dari lingkungannya, akan tetapi
akhirnya kedua faktor ini saling mempengaruhi. Diketahui bahwa ciri dan bentuk
anggota tubuh serta sifat kepribadian yang umum dapat diturunkan dari orang tua
kepada anaknya. Pada gangguan otak seperti trauma kepala, ensepalitis,
neoplasma dapat mengakibatkan perubahan kepribadian. Faktor lingkungan juga
dapat mempengaruhi perilaku anak, dan sering lebih menentukan oleh karena lingkungan
itu dapat diubah, maka dengan demikian gangguan perilaku itu dapat dipengaruhi
atau dicegah.
Jelaskan Faktor Apa Saja Yang Dapat
Menyebabkan Terjadinya Korupsi!
jawab:
1. Iman Yang Tidak Kuat (Iman yang lemah)
Orang-orang
yang memiliki kelemahan iman, sangat mudah sekali untuk melakukan tindakan
kejahatan seperti korupsi contohnya. Apabila iman orang tersebut kuat, mereka
tidak akan melakukan tindakan korups ini. Banyak sekali alasan yang diberikan
oleh penindak korupsi ini.
2.
Lemahnya
penegakan hukum
Lemahnya dan
tidak tegasnya penegakan hukum merupakan faktor berkembangnya tindakan korupsi.
Penegakan hukum yang lemah ini dapat menghindarkan para pelaku korupsi dari
sanksi-sanksi hukum.
3. Kurangnya Sosialisasi dan Penyuluhan kepada Masyarakat
Hal ini
dapat menyebabkan masyarakat tidak tahu tentang mengenai bentuk-bentuk tindakan
korupsi, ketentuan dan juga sanksi hukumnya, dan juga cara menghindarinya.
Akibatnya, banyak sekali diantara mereka yang menganggap
"biasa" terhadap tindakan korupsi, bahkan merekapun juga akan
melakukan hal tersebut.
4.
Desakan
Kebutuhan Ekonomi
Dengan
keadaan ekonomi yang sulit, semua serba sulit, berbagai tindakan pun akan
dilakukan oleh seseorang, guna untuk mempermudah kebutuhan ekonomi seseorang,
salahsatunya adalah dengan melakukan tindakan korupsi.
5.
Pengaruh
Lingkungan
Lingkungan
yang baik akan berdampak baik juga bagi orang yang berada dilingkungan
tersebut, tetapi bagaimana jika di lingkungan tersebut penuh dengan tindakan
korupsi dan lain-lain. Maka orang tersebut juga akan terpengaruh dengan
tindakan kriminal, contohnya korupsi.
biak sambas ke
BalasHapusaok
HapusBest 777 Casino Way - Mapyro
BalasHapusThe 777 Casino Way in West Virginia 나주 출장마사지 offers 공주 출장안마 a perfect blend of excitement and 시흥 출장샵 convenience for 문경 출장안마 guests of all ages. Book your 777 casino today! 안산 출장안마 Rating: 3 · 2 reviews