Kamis, 25 Februari 2016

ETNIK JAWA DI PONTIANAK


PENGERTIAN ETNIK
Menurut Fredrick Barth (dalam Ikha, 2012), etnis adalah himpunan manusia karena kesamaan ras, agama, asal-usul bangsa ataupun kombinasi dari kategori tersebut yang terikat pada sistem nilai budaya.
Menurut Hassan Shadily MA (dalam Ikha, 2012), Suku bangsa atau etnis adalah segolongan rakyat yang masih dianggap mempunyai hubungan biologis.
Menurut Ensiklopedi Indonesia (dalam Ikha, 2012), Etnis berarti kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat, agama, bahasa, dan sebagainya. Anggota-anggota suatu kelompok etnik memiliki kesamaan dalam hal sejarah (keturunan), bahasa (baik yang digunakan ataupun tidak), sistem nilai, serta adat-istiadat dan tradisi.
Menurut Perspektif Teori Situasional (dalam Ikha, 2012),  Etnis merupakan hasil dari adanya pengaruh yang berasal dari luar kelompok. Salah satu faktor luar yang sangat berpengaruh terhadap etnisitas adalah kolonialisme, yang demi kepentingan administratif pemerintah kolonial telah mengkotak-kotakkan warga jajahan ke dalam kelompok-kelompok etnik dan ras (Rex dalam Simatupang, 2003). Untuk seterusnya sisa warisan kolonial itu terus dipakai sampai sekarang.
Menurut Anthony Smith (dalam iskandar, 2011), komunitas etnis adalah suatu konsep yang digunakan untuk menggambarkan sekumpulan manusia yang memiliki nenek moyang yang sama, ingatan sosial yang sama (Wattimena, 2008), dan beberapa elemen kultural. Elemen-elemen kultural itu adalah keterkaitan dengan tempat tertentu, dan memiliki sejarah yang kurang lebih sama.
Dari pengertian diatas bisa disimpulkan bahwa etnis adalah sekumpulan manusia yang memiliki kesamaan ras, adat, agama, bahasa, keturunan dan memiliki sejarah yang sama sehingga mereka memiliki keterikatan sosial sehingga mampu menciptakan sebuah sistem budaya dan mereka terikat didalamnya.
Menurut Theodorson dan Theodorson yang dikutip oleh Zulyani Hidayah (1999), kelompok etnik adalah suatu kelompok sosial yang memiliki tradisi kebudayaan dan rasa identitas yang sama sebagai bagian dari kelompok masyarakat yang lebih besar.
Menurut Abner Cohen yang dikutip oleh Zulyani (dalam iskandar, 2011), kelompok etnik adalah suatu kesatuan orang-orang yang secara bersama-sama menjalani pola-pola tingkah laku normatif, ataukebudayaan, dan yang membentuk suatu bagian dari populasi yang lebih besar, saling berinteraksidalam kerangka suatu sistem sosial bersama, seperti negara.
Menurut Mindar (2011) etnik boleh didefinisikan sebagai sekelompok manusia yang mengamalkan budaya yang hampir seragam, termasuk adat resam, pakaian, bahasa dan kegiatan ekonomi. Konsep etnik mempunyai erti yang berkaitan rapat dengan konsep-konsep ras dan bangsa. Ras dan bangsa memberikan penekanan pada perbezaan fizikal atau sifat-sifat biologi (keturunan dan pertalian darah yang sama) antara sesama manusia. Dalam konteks masyarakat majmuk Malaysia, terdapt pelbagai kelompok etnik yang hidup berlainan, tetapi dibawah sistem politik yang  sama.
PENGERTIAN ETNIK JAWA
Adapun menurut Suseno (dalam Syihab, 2014) suku Jawa adalah penduduk asli pulau Jawa bagian tengah dan timur, kecuali pulau Madura. Selain itu, mereka yang menggunakan bahasa Jawa dalam kesehariannya untuk berkomunikasi juga termasuk dalam suku Jawa, meskipun tidak secara langsung berasal dari pulau Jawa. Asal usul suku Jawa juga berkaitan dengan bahasa yang digunakan, yakni bahasa Jawa. Secara resmi, ada dua jenis bahasa Jawa yang digunakan oleh masyarakat suku Jawa. Adapun dua bahasa tersebut antara lain yaitu bahasa Jawa Ngoko adalah bahasa Jawa yang digunakan oleh orang yang sudah akrab, orang dengan usia yang sama atau seseorang kepada orang lain yang status sosialnya lebih rendah. Kemudian Bahasa Jawa Kromo. Bahasa tersebut digunakan kepada orang yang belum akrab, dari orang muda kepada orang tua atau dengan orang yang status sosialnya lebih tinggi.
Menurut Amin (2000:3) masyarakat Jawa atau lebih tepatnya suku bangsa Jawa, secara antropologi budaya adalah orang-orang yang dalam hidup kesehariannya menggunakan bahasa Jawa dengan berbagai dialeknya secara turun menurun. Jawa dalam pembahasan ini lebih bernuansa nama etnis dari pada sekedar batasan geografi huniannya. Karena kenyataannya secara geografis penduduk pulau jawa tidak hanya terdiri atas suku Jawa saja, melainkan juga bebarapa suku diantaranya suku Sunda.
Menurut Suwardi (2010:12) suku Jawa merupakan suku yang paling banyak jumlahnya. Suku jawa menempati seluruh daerah jawa tengah, jawa timur dan sebagian jawa barat mereka menggunakan bahasa jawa secara keseluruhan, hanya saja terdapat perbedaan dialek di daerah tertentu. Suku bangsa jawa termasuk suku bangsa yang telah maju kebudayaannya. Suku Jawa telah banyak mendapat pengaruh dari berbagai kebudayaan, seperti kedubayanan Hindu, Budha, Islam dan Eropa.
Dari berbagai pendapat mengenai suku jawa diatas dapat disimpulkan bahwa suku jawa merupakan suku bangsa terbesar yang ada di Indonesia suku yang dikenal dengan bahsa yang khas dan merupakan suku bangsa yang mempunyai kebudayaan yang telah maju dan dipengaruhi oleh kebudayaan seperti Hindu, Budha, Islam dan Eropa.
Di dalam masyarakat suku Jawa terdapat penggolongan sosial. Menurut Clifford Geertz (dalam Mangnis dan Suseno, 2003:11) terdapat tiga golongan sosial dalam suku Jawa yaitu:
Kaum santri
Golongan ini adalah mereka yang memeluk agama Islam dan menganut agama Islam sebagai jalan hidupnya.
Kaum Abangan
Kaum abangan adalah mereka yang masih berpegang pada adat istiadat Jawa, meskipun mereka memeluk berbagai agama. Kaum ini sering disebut dengan Kejawen, maka ada istilah Islam Kejawen, Kristen Kejawen dan lain diantaranya. Beberapa priyayi kuno masuk dalam golongan ini.
Kaum Priyayi
Kaum priyayi adalah mereka yang bekerja sebagai pegawai atau para cendikiawan. Mereka pada umumnya bekerja untuk pemerintah atau swasta dengan status sosial yang lebih tinggi dari orang kebanyakan.
          Penggolongan sosial ini berkaitan dengan bahasa Dalam melakukan komunikasi antara satu dengan lainnya, digunakan bahasa yang berbeda. Hal ini merupakan cara tersendiri bagi masyarakat suku Jawa dalam menunjukkan rasa hormat kepada orang yang lebih tua, dituakan, pejabat, orang yang lebih muda, ayah, ibu dan sebagainya.
SEJARAH ETNIK JAWA
Menurut hikayat asal-usul suku Jawa diawali dari datangnya seorang satria pinandita yang bernama Aji Saka. Ia adalah orang yang menulis sebuah sajak, dimana sajak itu yang kini disebut sebagai abjad huruf Jawa hingga saat ini. Sejak saat itulah sajak tersebut yang digunakan sebagai penanggalan kalender Saka.
Menurut Lily (2014) Nenek moyang suku Jawa tidak berbeda dari suku-suku bangsa Indonesia lainnya yang menempati Semenanjung Malaka, Kalimantan, Sumatera dan Jawa yang disebut Daratan Sunda. Dari penggalian fosil-fosil di Pulau Jawa sekitar lembah Bengawan Solo, Jawa Tengah telah ditemukan fosil Pithecanthropus Erectus yang diperkirakan sebagai manusia Indonesia tertua yang hidup sekitar satu juta tahun yang lalu dan fosil  yang lebih muda usianya yang disebut Homo Soloensis.
Sedangkan tulisan kuno yang memberikan kejelasan tentang asal usul nenek moyang orang Jawa hanya dimulai sejak kedatangan aji saka. Namun terdapat keterangan mengenai keadaan geologi pulau Jawa dalam sebuah tulisan kuno hindu yang menyatakan  bahwa Nusa Kendang, nama pulau Jawa pada masa itu merupakan bagian dari India. Dan tanah yang sekarang dinamakan Kepulauan Nusantara, merupakan daratan yang menyatu dengan daratan Asia dan Australia yang kemudian terputus dan tenggelan oleh air bah.
Dalam abad Kuno, ditemukan sejarah yang samar. Diceritakan bahwa Arjuna seorang raja dari Astina, yang merupakan sebuah kerajaan  yang terletak di Kling yang  membawa penduduk pertama ke Pulau Jawa. Pada masa itu pulau ini belum berpenghuni. Mereka kemudian mendirikan  sebuah koloni yang letaknya tidak disebutkan.
Sejarah yang lebih jelas dapat ditemukan dari sebuah surat kuno yaitu Serat Asal Keraton Malang. Dalam surat tersebut diceritakan bahwa Raja Rum yang merupakan sultan dari negara Turki, tetapi dalam surat lainnya disebut sebagai raja dari Dekhan. Pada 450 tahun sebelum Masehi Raja tersebut mengirim penduduk pertama, namun penduduk tersebut sangat menderita karena gangguan binatang buas. Akibatnya, banyak dari penduduk baru tersebut yang kembali pulang ke negaranya.
Dan pada 350 SM, Raja mengirim perpindahan penduduk yang kedua kali. Perpindahan ini dipimpin oleh Aji Keler yang membawa 20.000 laki-laki dan 20.000 perempuan yang berasal dari pantai Koromandel. Aji Keler menemukan Nusa Kendang dengan dataran tinggi yang ditutupi hutan lebat dan dihuni berbagai binatang buas sedangkan tanah datarnya ditumbuhi oleh tanaman yang dinamakan jawi. Karena jenis tanaman ini tumbuh dimana- mana maka ia menamakan tanah dimana ia mendarat dengan nama “Jawi”, yang kemudian berlaku untuk nama keseluruhan Pulau Jawa.
Raja kemudian memerintahkan sang patih untuk mengirim perpindahan penduduk gelombang ketiga yang juga terdiri dari 20.000 laki dan 20.000 perempuan. Namun pada perpindahan gelombang ketiga ini telah dibekali peralatan membajak serta bekal hidup selama enam bulan untuk mencegah agar orang-orang tersebut tidak melarikan diri dan diangkatlah raja bagi mereka dengan nama Raja Kanna. Pada beberapa tempat di pantai di daerah Surabaya sekarang dan juga di Pulau Madura, di bangun desa-desa dengan nama Ngawu, Hawu Langit, Dewarawati, Mandaraka, Ngamarta dan Madura. Di desa-desa ini juga di angkat kepala-kepala atau pimpinannya. Tindakan tersebut ternyata membuat perpindahan penduduk gelombang ketiga berhasil. Akhirnya, mereka menyebar ke pedalaman yang terbuka dari pulau Jawa. Orang-orang dari gelombang ketiga ini mempunyai kepercayaan Animisme.
KEBUDAYAAN ETNIK JAWA
Menurut Yuli (2010), adapun  budaya Jawa  mempunyai beberapa ciri yang salah satunya adalah  :
Nilai Harmoni
Kebudayaan Jawa mengutamakan keseimbangan, keselarasan, dan keserasian. Semua unsur kehidupan harus harmonis, saling berdampingan, intinya semua harus sesuai. Segala sesuatu yang menimbulkan ketidakcocokan harus dihindari, kalau ada hal yang dapat mengganggu keharmonisan harus cepat dibicarakan untuk dibetulkan agar dapat kembali harmonis dan cocok lagi.
Biasanya yang menganggu keharmonisan adalah  perilaku manusia, baik  itu perilaku manusia dengan manusia atau perilaku manusia dengan alam. Kalau menyangkut perilaku manusia dengan alam yang membetulkan ketidakharmonisan adalah pemimpin atau menjadi tanggungjawab pimpinan masyarakat. Yang sulit apabila keseimbangan itu diganggu oleh perilaku manusia dengan manusia sehingga menimbulkan konflik. Ketidakcocokan atau rasa tidak suka adalah hal yang umum, namun untuk menghindari konflik, umumnya rasa tidak cocok itu dipendam saja.
Keyakinan Kejawen
Kejawen adalah kepercayaan yang hidup di suku Jawa. Kejawen pada dasarnya bersumber dari kepercayaan Animisme yang dipengaruhi ajaran Hindu dan Budha. Karena itulah suku Jawa umumnya dianggap sebagai suku yang mempunyai kemampuan menjalani sinkretisme kepercayaan, semua budaya luar diserap dan ditafsirkan menurut nilai-nilai Jawa. Kepercayaan Kejawen yang merupakan sinkretisme antara animisme dengan ajaran Hindu dan Budha menggambarkan bahwa orang Jawa pada dasarnya bersifat pluralis, terbuka, mudah menerima pengaruh budaya luar dan pandai menyesuaikannya dengan budaya sendiri dan bahkan mengolahnya menjadi bentuk budaya baru yang tidak kalah bahkan lebih bagus dari budaya aslinya. Contohnya seni tari dan wayang yang berkembang di Jawa  dan Bali bersumber dari kisah Mahabarata dan Ramayana, namun jauh lebih indah dari Negara asalnya India.
Sedangkan menurut Danu Umbara (2013) dalam kebudayaan jawa ada sistem-sistem didalamnya, yaitu sebagai berikut:
Sistem Kepercayaan Atau Religi
Agama yang dianut oleh sebagian besar suku jawa adalah Agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan budha.
Pemeluk Agama Islam dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:
·        Golongan Islam Santri, yaitu golongan yang menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran Islam dengan syariat-syariatnya.
·        Golongan Islam Kejawen, yaitu golongan yang percaya pada ajaran Islam, tetapi tidak patuh menjalankan syariat Islam dan masih percaya kepada kekuatan lain.
Selain itu, orang Jawa masih percaya pada hal yang gaib atau kekuatan lain:
·        Percaya pada makhluk-makhluk halus seperti memedi, genderuwo, tuyul, setan, dan lain-lain.
·        Percaya pada hari baik atau naas.
·        Percaya pada hari kelahiran atau weton.
·        Percaya pada benda-benda pusaka, jimat, dan sejenisnya.
Sehubungan dengan berbagai kepercayaan, maka dilaksanakan upacara-upacara selametan sebagai berikut:
·        Upacara selametan yang berhubungan dengan lingkaran hidup manusia, seperti mitoni, kematian, dan lainnya.
·        Upacara selametan yang berhubungan dengan kehidupan desa, seperti bersih desa, penggarapan pertanian, dan lainnya.
·        Upacara selametan yang berhubungan dengan pernikahan, seperti selamatan sepasaran setelah pernikahan.
·        Upacara selametan yang berhubungan dengan peringatan hari-hari atau bulan-bulan besar Islam, seperti sekatenan atau grebeg maulud, sura, dan sebagainya.
·        Upacara selametan yang berhubungan dengan kejadian-kejadian tertentu, seperti melakukan perjalanan jauh, mulai membuat rumah, dan sebagainya.
·        Upacara selametan yang berhubungan dengan orang meninggal dunia, seperti selametan surtanah atau  (geblak), nelung dina, dan lainnya.
SISTEM KEKERABATAN
Masyarakat Jawa menganut sistem kekerabatan bilateral atau parental, yaitu sistem kekerabatan yang menarik garis keturunan dari bapak/ibu. Istilah- istilah yang digunakan dalam sistem kekerabatan Jawa sebagai berikut:
·        Pakde dan Bude (uwa), yaitu semua kakak dari bapak dan ibu, baik laki-laki maupun perempunan beserta suami dan istrinya.
·        Paklik (Paman) dan Bulik (bibi), yaitu semua adik dari ayah dan ibu,baik laki-laki maupun perempuan beserta suami dan istrinya.
·        Nak Ndulur (Sepupu), yaitu anak dari pakde-bude dan paklik-bulik.
·        Misan, yaitu anak dari saudara sepupu.
Pada masyarakat Jawa, perkawinan dianggap ideal apabila diukur dari segi keyakinan dan kesamaan adat yang menunjukan adanya pemilihan jodoh ideal. Ukuran ideal bagi pria adalah perhitungan bibit, bebet, dan bobot. Sedangkan bagi wanita, perhitungannya didasarkan pada mugen, tegen, dan rigen.
Pernikahan yang dilarang, yaitu menikah dengan:
·        Saudara kandung.
·        Pancer lanang (anak dari dua saudara kandung laki-laki).
·        Pihak laki-laki lebih muda abunya dari pihak perempuan.
SISTEM POLITIK DAN KEMASYARAKATAN
·        Dahulu, pada suku Jawa terdapat stratifikasi sosial yang dikenal dengan golongan bendoro, priyayi, dan wong cilik.
·        Stratifikasi sosial berdasarkan kepemilikan tanah, yaitu wong baku, kuli gondok (lindung), dan sinoman.
·        Dalam bidang pemerintah, pamong desa memilih seorang kepala desa (lurah) dengan semua pembantunya, seperti carik, juga tirta (ulu-ulu), dan juga baya. Tugas utama mereka adalah untuk meningkatkan kesejahteraan desa.
SISTEM EKONOMI
Sistem perekonomian masyarakat Jawa mencakup
·        Pertanian
Yang dimaksud pertanian disini terdiri atas pesawahan dan perladangan (tegalan), tanaman utama adalah padi. Tanaman lainnya jagung, ubi jalar, kacang tanah, kacang hijau dan sayur mayor, yang umumnya ditanam di tegalan. Sawah juga ditanami tanaman perdagangan, seperti tembakau, tebu dan rosella.
·        Perikanan
Adapun usaha yang dilakukan cukup banyak baik perikanan darat dan perikanan laut. Perikanan laut diusahakan di pantai utara laut jawa. Peralatannya berupa kail, perahu, jala dan jarring
·        Peternakan
Binatang ternak berupa kerbau, sapi, kambing, ayam dan itik dan lain-lain.
·        Kerajinan
Kerajinan sangat maju terutama menghasilkan batik, ukir-ukiran, peralatan rumah tangga, dan peralatan pertanian.
Adapun mata pencaharian dalam suku Jawa atau masyarakat Jawa biasanya bermata pencaharian bertani, baik bertani di sawah maupun tegalan, juga Beternak pada umumnya bersipat sambilan, selain itu juga masyarakat Jawa bermata pencaharian Nelayan yang biasanya dilakukan masyarakat pantai.
SISTEM KESENIAN
Sistem kesenian Jawa meliputi:
·        Bentuk rumah adat, misalnya rumah joglo, rumah l imasan, dan lain-lain.
·        Seni tari, misal Tari Serimpi, Tari Gambyong, Tari Merak, dan lainnya.
·        Seni tembang, seperti Sewu Ora Jamu, Ngidung, dan sebagainya.
·        Pakaian Adat Jawa dapat berupa beskap, kebaya, batik, dan lain-lain.
·        Etika seksual jawa
Mengenai etika seksual di jawa tidak ada superior ataupun interior,semua pria dan wanita sama saja. Hanya tanggung jawabnya saja yang berbeda. Dalam bidang seksual, masyarakat Jawa condong untuk bersikap tegas. Pada setiap perayaan-perayaan di desa, pria dan wanita duduk secara terpisah. Para orang tua melarang keras jika putrinya berjalan dengan seorang pria. Mereka berpendapat bahwa anak muda tidak dapat menahan emosinya, Sehingga mereka takut terjadi sesuatu kepada putrinya.
POLA KEHIDUPAN SOSIAL ETNIK JAWA
Menurut Soerjono Soekanto (2009:56)  masyarakat merupakan sehimpunan orang yang hidup bersama dalam suatu tempat dengan ikatan aturan tertentu. Masyarakat merupakan makhluk sosial karena masyarakat tidak dapat hidup sendiri dengan mengabaikan keterlibatannya dengan kepentingan pergaulan antara sesamanya dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam hubungan manusia dengan masyarakat terjadi interaksi aktif. Masyarakat dapat mengintervensi dengan masyarakat lingkungannya dan sebaliknya masyarakat pun dapat memberi pada manusia sebagai warganya.
Masyarakat selalu melakukan hubungan sosial dengan individu lain atau kelompok-kelompok tertentu. Hubungan sosial yang terjadi antar individu maupun antar kelompok tersebut juga dikenal dengan istilah interaksi sosial. Interaksi antara berbagai segi kehidupan sosial yang sering dialami dalam kehidupan sehari-hari itu akan membentuk suatu pola hubungan yang saling mempengaruhi sehingga akan membentuk suatu sistem sosial dalam masyarakat. Keadaan inilah yang dinamakan proses sosial.
Proses sosial yang terjadi dalam masyarakat tentunya tidak selalu berjalan dengan tertib dan lancar, karena masyarakat pendukungnya memiliki berbagai macam karakteristik. Demikian pula halnya dengan interaksi sosial atau hubungan sosial yang merupakan wujud dari proses-proses sosial dimana di dalamnya terdapat pola hubungan sosial masyarakat.
Pada kenyataannya pola hubungan sosial masyarakat yang terjadi sesungguhnya tidak sesederhana kelihatannya melainkan merupakan suatu proses yang sangat kompleks. Pola hubungan sosial terjadikarena ditentukan oleh banyak faktor termasuk orang lain yang ada di sekitar yang jugamemiliki perilaku spesifik, dan manusia dalam memenuhi kebutuhannya.
Pola kehidupan sosial masyarakat tidak hanya menyangkut tentang ekonomi, pendidikan dan kehidupan keluarga belaka, tetapi jauh dari itu meliputi keorganisasian masyarakat sosial, upacara dan adat istiadat yang berlaku serta kehidupan keragamaan. Para sosiolog memandang bahwa pola kehidupan masyarakat merupakan proses sosial, mengingat bahwa pengetahuan perihal struktur masyarakat saja belum cukup untuk memperoleh gambaran yang nyata mengenai kehidupan bersama manusia. pengetahuan proses sosial memungkinkan seseorang untuk memperoleh pengertian mengenai segi yang dinamis dari masyarakat atau gerak masyarakat.
Dalam pola kehidupan masyarakat tentunya akan ada masalah sosial yang timbul yang bersumber pada faktor-faktor ekonomi, biologis, biopsikologi, dan kebudayaan. Setiap masyarakat mempunyai norma yang bersangkut paut dengan kesejahteraan kebendaan, kesehatan fisik, kesehatan mental, serta menyesuaikan diri individu atau kelompok sosial. Penyimpangan-penyimpangan terhadap norma-norma tersebut merupakan gejala abnormal yang merupakan masalah sosial.
Bentuk pola hidup masyarakat mencakup tingkah laku dan hasil tingkah laku manusia, maka di sini akan dibatasi dengan menitikberatkan pada aspek-aspek kebudayaan yang menyangkut bidang-bidang tertentu seperti keagamaan, adat istiadat bagi masyarakat.
Pada umumnya pola hidup masyarakat mempunyai ciri-ciri persamaan dalam struktur sosial, namun dalam sistem sosial dan sistem budaya mereka menampakkan perbedaan, bahkan perbedaan prinsipil disebabkan karena perbedaan sejarah perkembangan lingkungan hidup dan perbedaan geografis. Adanya perbedaan tersebut merupakan hikmah dan kekayaan budaya bangsa yang mengundang kita untuk belajar dan mendalami, dan kriteria-kriteria  kehidupan yang mereka miliki.
POLA KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT ETNIK JAWA DI PONTIANAK
Dilihat dari perspektif etnisitas (kesukubangsaan) yang mendiami daerah Kalimantan Barat adalah sangat unik khususnya di daerah perkotaan yakni di Kota Pontianak. Hal ini dikarenakan tidak ada suku bangsa yang dominan dalam pengertian bahwa penduduk yang mendiami daerah ini sangat beranekaragam.     
Mulai dari kedatangannya, kehidupan, kebudayaan hingga adat istiadatnya. Keberadaan orang Jawa di Kalimantan Barat, memang sudah menjamur di berbagai daerah. Mereka terkadang hidup berkelompok maupun hidup becampur dengan warga pribumi. Orang jawa juga hidup secara membaur dengan etnis lainya. Seperti yang ada di Wonodadi, Gang Suditrisno Gang Sukasari, Gang Madyosari yang letaknya di jalan Prof. M. Yamin dan orang Jawa di tempat lainnya mereka hidup berdampingan dengan masyarakat dari etnis lain.
DIMENSI SEJARAH HUBUNGAN INTERAKSI ETNIS JAWA DI PONTIANAK
Dimensi sejarah  yaitu berhubungan dengan tumbuh dan berkembang hubungan antar kelompok etnik itu terjadi. Seperti Hubungan Etnik Jawa dengan etnik-etnik yang ada di Pontianak, yakni Etnik asli Kalimantan Barat yaitu Dayak, etnik Melayu, etnik Tionghoa, etnik Batak, etnik Bugis, etnik Madura dan etnik lainnya. Menurut data Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Kalimantan Barat sejak tahun 1969 hingga Desember 2005, sudah ada 121.619 KK atau 514.916 jiwa warga transmigrasi ke Kalimantan Barat. Mulai saat itu pula mulai terjadinya interaksi antara etnik Jawa dengan etnis Melayu, Dayak, Tionghoa dan etnis lainnya yang ada di Pontianak.
·        Minoritas dan Dominan
Pada umumnya masyarakat perkotaan tidak terlihat kelompok minoritas dan kelompok dominan bila kita memandang dari perspektif kuantitas kesukubangsaannya. Karena untuk wilayah perkotaan masyarakatnya adalah multikulturalisme, walaupun untuk wilayah kota Pontianak mayoritas etnisnya adalah suku Melayu. Tetapi jika kita melihat perspektif kehidupan sosial ekonominya memang terdapat minoritas dan dominan. Tidak diragukan lagi untuk wilayah sentral perekonomian di Pontianak seperti di Jalan Tanjungpura, Gajahmada dan Pattimura didominasi oleh kelompok masyarakat Tionghoa.
Tetapi etnis Jawa juga mendominasi kehidupan sosial ekonomi di Pontianak. Ini terlihat pada daerah Kota Baru, 50% pedagang makanan adalah orang Jawa. Makanan itu antara lain, bakso, mie ayam, nasi goreng, ayam krispi, soto, martabak, cendol, hingga pentol. Ilmu dan pengalaman di kampung halaman mereka yang kemudian diaplikasikan di Kota Pontianak, menjadi senjata ampuh untuk bertahan hidup di Kota Pontianak.
·        Hubungan Mutualisme Etnik Jawa di Pontianak
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat dilihat bahwa dengan adanya pedagang makanan olahan menjamur di sudut kota memberikan kemudahan bagi etnis lainya untuk memenuhi kebutuhannya dan juga memberikan kontribusi bagi pemerintah, untuk memberantas pengangguran dan kemiskinan yang ada kota Pontianak.
·        Stereotype Etnik Jawa
Orang Jawa terkenal sebagai suku bangsa yang sopan dan halus, tetapi mereka juga terkenal sebagai suatu suku bangsa yang tertutup dan tidak mau terus terang. Sifat ini konon berdasarkan sifat orang Jawa yang ingin memeliharakan keharmonian atau keserasian dan menghindari pertikaian. Oleh itu, mereka cenderung diam sahaja dan tidak membantah apabila tertimbulnya percanggahan pendapat. Salah satu kesan yang buruk daripada kecenderungan ini adalah bahawa mereka biasanya dengan mudah menyimpan dendam.
Orang suku Jawa juga mempunyai kecenderungan untuk membeda-bedakan masyarakat berdasarkan asal-usul dan kasta atau golongan sosial. Sifat seperti ini dikatakan merupakan sifat feudalisme yang berasal daripada ajaran-ajaran kebudayaan Hindu dan Jawa Kuno yang sudah diyakini secara turun-temurun oleh masyarakat Jawa sehingga sekarang.
POLA KEHIDUPAN EKONOMI MASYARAKAT ETNIK JAWA DI PONTIANAK
Orang Jawa yang ada di Kota Pontianak ini berdasarkan sensus penduduk tahun 2012, jumlahnya mencapai 10% dari total warga Pontianak. Mereka bergerak dalam berbagai bidang, ada yang jadi penjual jamu, makanan, birokrasi, pengacara, dan lain sebaginya. Namun kebanyakan bergerak dalam wirausaha mandiri.
Sebagai etnis pendatang, masyarakat etnis jawa dalam kehidupannya sehari-hari menjalani profesi dari berbagai bidang untuk bertahan di kota Pontianak ini, itu semua untuk meningkatkan perekonomian masyarakat etnis jawa di kota Pontianak. Sesuai dengan pesan dari Anderas sebagai Wakil Bupati Kubu Raya  pada tahun 2012 kepada orang-orang Jawa khususnya untuk berperan aktif dalam memajukan perekonomian demi terwujudnya masyarakat yang sejahtera dan mandiri serta tidak malu dalam berusaha.
KEBUDAYAAN MASYARAKAT ETNIK JAWA DI PONTIANAK
Salah satu kebudayaan di Pontianak, pertujukan Kesenian Wayang Kulit menjadi salah satu kebudayaan masyarakat etnik Jawa yang ditampilkan tidak saja semata-mata terfokus pada acara serimonialnya belaka, namun juga apresiasi terhadap nilai-nilai positif terutama pada karakter tokoh-tokoh yang ada dalam cerita pewayangan, sehingga pada aktualisasinya berkualitas serta dapat memperkokoh rasa persatuan dan persatuan bangsa.
Kesenian Pagelaran Seni Wayang Kulit adalah satu kesenian budaya yang harus dilestarikan keberadaan, budaya dearah tersebut sebagai sistem nilai yang dianut komunitas atau kelompok masyarakat khususnya masyarakat jawa yang ada di Kalbar. Karena didalamnya telah terkandung nilai-nilai atau, sikap tata cara masyarakat yang menunjukan jati diri danidentitas suatu komunitas.
Budaya Wayang Kulit yang ada di Kalimantan Barat harus terus dilestarikan agar eksistensinya tetap tetap terpelihara, dilindungi dan dikembangkan sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pencerdasan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat juga terus berusaha memajukan dan menjamin kebebesan budaya asli daerah dan budaya-budaya masyarakat yang berasal dari luar Kalimantan Barat, secara tradisi melekat pada etnis-etnis yang ada serta sudah menjadi penduduk Kalimantan Baratn sejak lama dan turun temurun, karena secara nyata telah banyak memberikan kontribusi besar dalam pembangunan daerah.
Komitmen ini mencerminkan nilai-nilai kebangsaan Bhineka Tunggal Ika didalam berbudaya dan berbangsa ,kita boleh berbeda suku bangsa, boleh berbeda dalam beragma dan berekeyakinan, boleh beragam bahasa ibu, boleh beraneka adat istiadat, tetap satu, bangsa Indonesia dan warga masyarakat Kalimantan Barat.

0 komentar:

Posting Komentar