PENGERTIAN ETNIK
Menurut
Fredrick Barth (dalam Ikha, 2012), etnis adalah himpunan manusia karena
kesamaan ras, agama, asal-usul bangsa ataupun kombinasi dari kategori tersebut
yang terikat pada sistem nilai budaya.
Menurut
Hassan Shadily MA (dalam Ikha, 2012), Suku bangsa atau etnis adalah segolongan
rakyat yang masih dianggap mempunyai hubungan biologis.
Menurut
Ensiklopedi Indonesia (dalam Ikha, 2012), Etnis berarti kelompok sosial dalam
sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu
karena keturunan, adat, agama, bahasa, dan sebagainya. Anggota-anggota suatu
kelompok etnik memiliki kesamaan dalam hal sejarah (keturunan), bahasa (baik
yang digunakan ataupun tidak), sistem nilai, serta adat-istiadat dan tradisi.
Menurut
Perspektif Teori Situasional (dalam Ikha, 2012), Etnis merupakan hasil dari adanya pengaruh
yang berasal dari luar kelompok. Salah satu faktor luar yang sangat berpengaruh
terhadap etnisitas adalah kolonialisme, yang demi kepentingan administratif
pemerintah kolonial telah mengkotak-kotakkan warga jajahan ke dalam
kelompok-kelompok etnik dan ras (Rex dalam Simatupang, 2003). Untuk seterusnya
sisa warisan kolonial itu terus dipakai sampai sekarang.
Menurut
Anthony Smith (dalam iskandar, 2011), komunitas etnis adalah suatu konsep yang
digunakan untuk menggambarkan sekumpulan manusia yang memiliki nenek moyang
yang sama, ingatan sosial yang sama (Wattimena, 2008), dan beberapa elemen
kultural. Elemen-elemen kultural itu adalah keterkaitan dengan tempat tertentu,
dan memiliki sejarah yang kurang lebih sama.
Dari
pengertian diatas bisa disimpulkan bahwa etnis adalah sekumpulan manusia yang
memiliki kesamaan ras, adat, agama, bahasa, keturunan dan memiliki sejarah yang
sama sehingga mereka memiliki keterikatan sosial sehingga mampu menciptakan
sebuah sistem budaya dan mereka terikat didalamnya.
Menurut
Theodorson dan Theodorson yang dikutip oleh Zulyani Hidayah (1999), kelompok
etnik adalah suatu kelompok sosial yang memiliki tradisi kebudayaan dan rasa
identitas yang sama sebagai bagian dari kelompok masyarakat yang lebih besar.
Menurut
Abner Cohen yang dikutip oleh Zulyani (dalam iskandar, 2011), kelompok etnik
adalah suatu kesatuan orang-orang yang secara bersama-sama menjalani pola-pola
tingkah laku normatif, ataukebudayaan, dan yang membentuk suatu bagian dari
populasi yang lebih besar, saling berinteraksidalam kerangka suatu sistem sosial
bersama, seperti negara.
Menurut
Mindar (2011) etnik boleh didefinisikan sebagai sekelompok manusia yang
mengamalkan budaya yang hampir seragam, termasuk adat resam, pakaian, bahasa
dan kegiatan ekonomi. Konsep etnik mempunyai erti yang berkaitan rapat dengan
konsep-konsep ras dan bangsa. Ras dan bangsa memberikan penekanan pada
perbezaan fizikal atau sifat-sifat biologi (keturunan dan pertalian darah yang
sama) antara sesama manusia. Dalam konteks masyarakat majmuk Malaysia, terdapt
pelbagai kelompok etnik yang hidup berlainan, tetapi dibawah sistem politik
yang sama.
PENGERTIAN ETNIK JAWA
Adapun
menurut Suseno (dalam Syihab, 2014) suku Jawa adalah penduduk asli pulau Jawa
bagian tengah dan timur, kecuali pulau Madura. Selain itu, mereka yang
menggunakan bahasa Jawa dalam kesehariannya untuk berkomunikasi juga termasuk
dalam suku Jawa, meskipun tidak secara langsung berasal dari pulau Jawa. Asal
usul suku Jawa juga berkaitan dengan bahasa yang digunakan, yakni bahasa Jawa.
Secara resmi, ada dua jenis bahasa Jawa yang digunakan oleh masyarakat suku
Jawa. Adapun dua bahasa tersebut antara lain yaitu bahasa Jawa Ngoko adalah
bahasa Jawa yang digunakan oleh orang yang sudah akrab, orang dengan usia yang
sama atau seseorang kepada orang lain yang status sosialnya lebih rendah.
Kemudian Bahasa Jawa Kromo. Bahasa tersebut digunakan kepada orang yang belum
akrab, dari orang muda kepada orang tua atau dengan orang yang status sosialnya
lebih tinggi.
Menurut
Amin (2000:3) masyarakat Jawa atau lebih tepatnya suku bangsa Jawa, secara
antropologi budaya adalah orang-orang yang dalam hidup kesehariannya
menggunakan bahasa Jawa dengan berbagai dialeknya secara turun menurun. Jawa
dalam pembahasan ini lebih bernuansa nama etnis dari pada sekedar batasan
geografi huniannya. Karena kenyataannya secara geografis penduduk pulau jawa
tidak hanya terdiri atas suku Jawa saja, melainkan juga bebarapa suku
diantaranya suku Sunda.
Menurut
Suwardi (2010:12) suku Jawa merupakan suku yang paling banyak jumlahnya. Suku
jawa menempati seluruh daerah jawa tengah, jawa timur dan sebagian jawa barat
mereka menggunakan bahasa jawa secara keseluruhan, hanya saja terdapat
perbedaan dialek di daerah tertentu. Suku bangsa jawa termasuk suku bangsa yang
telah maju kebudayaannya. Suku Jawa telah banyak mendapat pengaruh dari
berbagai kebudayaan, seperti kedubayanan Hindu, Budha, Islam dan Eropa.
Dari
berbagai pendapat mengenai suku jawa diatas dapat disimpulkan bahwa suku jawa
merupakan suku bangsa terbesar yang ada di Indonesia suku yang dikenal dengan
bahsa yang khas dan merupakan suku bangsa yang mempunyai kebudayaan yang telah
maju dan dipengaruhi oleh kebudayaan seperti Hindu, Budha, Islam dan Eropa.
Di
dalam masyarakat suku Jawa terdapat penggolongan sosial. Menurut Clifford
Geertz (dalam Mangnis dan Suseno, 2003:11) terdapat tiga golongan sosial dalam
suku Jawa yaitu:
Kaum santri
Golongan
ini adalah mereka yang memeluk agama Islam dan menganut agama Islam sebagai
jalan hidupnya.
Kaum Abangan
Kaum
abangan adalah mereka yang masih berpegang pada adat istiadat Jawa, meskipun
mereka memeluk berbagai agama. Kaum ini sering disebut dengan Kejawen, maka ada
istilah Islam Kejawen, Kristen Kejawen dan lain diantaranya. Beberapa priyayi
kuno masuk dalam golongan ini.
Kaum Priyayi
Kaum
priyayi adalah mereka yang bekerja sebagai pegawai atau para cendikiawan.
Mereka pada umumnya bekerja untuk pemerintah atau swasta dengan status sosial
yang lebih tinggi dari orang kebanyakan.
Penggolongan sosial ini berkaitan
dengan bahasa Dalam melakukan komunikasi antara satu dengan lainnya, digunakan
bahasa yang berbeda. Hal ini merupakan cara tersendiri bagi masyarakat suku
Jawa dalam menunjukkan rasa hormat kepada orang yang lebih tua, dituakan, pejabat,
orang yang lebih muda, ayah, ibu dan sebagainya.
SEJARAH ETNIK JAWA
Menurut
hikayat asal-usul suku Jawa diawali dari datangnya seorang satria pinandita
yang bernama Aji Saka. Ia adalah orang yang menulis sebuah sajak, dimana sajak
itu yang kini disebut sebagai abjad huruf Jawa hingga saat ini. Sejak saat
itulah sajak tersebut yang digunakan sebagai penanggalan kalender Saka.
Menurut
Lily (2014) Nenek moyang suku Jawa tidak berbeda dari suku-suku bangsa
Indonesia lainnya yang menempati Semenanjung Malaka, Kalimantan, Sumatera dan
Jawa yang disebut Daratan Sunda. Dari penggalian fosil-fosil di Pulau Jawa
sekitar lembah Bengawan Solo, Jawa Tengah telah ditemukan fosil Pithecanthropus
Erectus yang diperkirakan sebagai manusia Indonesia tertua yang hidup sekitar
satu juta tahun yang lalu dan fosil yang
lebih muda usianya yang disebut Homo Soloensis.
Sedangkan
tulisan kuno yang memberikan kejelasan tentang asal usul nenek moyang orang
Jawa hanya dimulai sejak kedatangan aji saka. Namun terdapat keterangan
mengenai keadaan geologi pulau Jawa dalam sebuah tulisan kuno hindu yang
menyatakan bahwa Nusa Kendang, nama
pulau Jawa pada masa itu merupakan bagian dari India. Dan tanah yang sekarang
dinamakan Kepulauan Nusantara, merupakan daratan yang menyatu dengan daratan
Asia dan Australia yang kemudian terputus dan tenggelan oleh air bah.
Dalam
abad Kuno, ditemukan sejarah yang samar. Diceritakan bahwa Arjuna seorang raja
dari Astina, yang merupakan sebuah kerajaan
yang terletak di Kling yang
membawa penduduk pertama ke Pulau Jawa. Pada masa itu pulau ini belum
berpenghuni. Mereka kemudian mendirikan
sebuah koloni yang letaknya tidak disebutkan.
Sejarah
yang lebih jelas dapat ditemukan dari sebuah surat kuno yaitu Serat Asal
Keraton Malang. Dalam surat tersebut diceritakan bahwa Raja Rum yang merupakan
sultan dari negara Turki, tetapi dalam surat lainnya disebut sebagai raja dari
Dekhan. Pada 450 tahun sebelum Masehi Raja tersebut mengirim penduduk pertama,
namun penduduk tersebut sangat menderita karena gangguan binatang buas.
Akibatnya, banyak dari penduduk baru tersebut yang kembali pulang ke negaranya.
Dan
pada 350 SM, Raja mengirim perpindahan penduduk yang kedua kali. Perpindahan
ini dipimpin oleh Aji Keler yang membawa 20.000 laki-laki dan 20.000 perempuan
yang berasal dari pantai Koromandel. Aji Keler menemukan Nusa Kendang dengan
dataran tinggi yang ditutupi hutan lebat dan dihuni berbagai binatang buas
sedangkan tanah datarnya ditumbuhi oleh tanaman yang dinamakan jawi. Karena
jenis tanaman ini tumbuh dimana- mana maka ia menamakan tanah dimana ia
mendarat dengan nama “Jawi”, yang kemudian berlaku untuk nama keseluruhan Pulau
Jawa.
Raja
kemudian memerintahkan sang patih untuk mengirim perpindahan penduduk gelombang
ketiga yang juga terdiri dari 20.000 laki dan 20.000 perempuan. Namun pada
perpindahan gelombang ketiga ini telah dibekali peralatan membajak serta bekal
hidup selama enam bulan untuk mencegah agar orang-orang tersebut tidak
melarikan diri dan diangkatlah raja bagi mereka dengan nama Raja Kanna. Pada
beberapa tempat di pantai di daerah Surabaya sekarang dan juga di Pulau Madura,
di bangun desa-desa dengan nama Ngawu, Hawu Langit, Dewarawati, Mandaraka,
Ngamarta dan Madura. Di desa-desa ini juga di angkat kepala-kepala atau
pimpinannya. Tindakan tersebut ternyata membuat perpindahan penduduk gelombang
ketiga berhasil. Akhirnya, mereka menyebar ke pedalaman yang terbuka dari pulau
Jawa. Orang-orang dari gelombang ketiga ini mempunyai kepercayaan Animisme.
KEBUDAYAAN ETNIK JAWA
Menurut
Yuli (2010), adapun budaya Jawa mempunyai beberapa ciri yang salah satunya
adalah :
Nilai Harmoni
Kebudayaan
Jawa mengutamakan keseimbangan, keselarasan, dan keserasian. Semua unsur
kehidupan harus harmonis, saling berdampingan, intinya semua harus sesuai.
Segala sesuatu yang menimbulkan ketidakcocokan harus dihindari, kalau ada hal
yang dapat mengganggu keharmonisan harus cepat dibicarakan untuk dibetulkan
agar dapat kembali harmonis dan cocok lagi.
Biasanya
yang menganggu keharmonisan adalah
perilaku manusia, baik itu
perilaku manusia dengan manusia atau perilaku manusia dengan alam. Kalau
menyangkut perilaku manusia dengan alam yang membetulkan ketidakharmonisan
adalah pemimpin atau menjadi tanggungjawab pimpinan masyarakat. Yang sulit
apabila keseimbangan itu diganggu oleh perilaku manusia dengan manusia sehingga
menimbulkan konflik. Ketidakcocokan atau rasa tidak suka adalah hal yang umum,
namun untuk menghindari konflik, umumnya rasa tidak cocok itu dipendam saja.
Keyakinan Kejawen
Kejawen
adalah kepercayaan yang hidup di suku Jawa. Kejawen pada dasarnya bersumber
dari kepercayaan Animisme yang dipengaruhi ajaran Hindu dan Budha. Karena
itulah suku Jawa umumnya dianggap sebagai suku yang mempunyai kemampuan
menjalani sinkretisme kepercayaan, semua budaya luar diserap dan ditafsirkan
menurut nilai-nilai Jawa. Kepercayaan Kejawen yang merupakan sinkretisme antara
animisme dengan ajaran Hindu dan Budha menggambarkan bahwa orang Jawa pada
dasarnya bersifat pluralis, terbuka, mudah menerima pengaruh budaya luar dan
pandai menyesuaikannya dengan budaya sendiri dan bahkan mengolahnya menjadi
bentuk budaya baru yang tidak kalah bahkan lebih bagus dari budaya aslinya.
Contohnya seni tari dan wayang yang berkembang di Jawa dan Bali bersumber dari kisah Mahabarata dan
Ramayana, namun jauh lebih indah dari Negara asalnya India.
Sedangkan
menurut Danu Umbara (2013) dalam kebudayaan jawa ada sistem-sistem didalamnya,
yaitu sebagai berikut:
Sistem Kepercayaan Atau Religi
Agama
yang dianut oleh sebagian besar suku jawa adalah Agama Islam, Kristen, Katolik,
Hindu, dan budha.
Pemeluk
Agama Islam dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:
·
Golongan
Islam Santri, yaitu golongan yang menjalankan ibadah
sesuai dengan ajaran Islam dengan syariat-syariatnya.
·
Golongan
Islam Kejawen, yaitu golongan yang percaya pada
ajaran Islam, tetapi tidak patuh menjalankan syariat Islam dan masih percaya
kepada kekuatan lain.
Selain
itu, orang Jawa masih percaya pada hal yang gaib atau kekuatan lain:
·
Percaya
pada makhluk-makhluk halus seperti memedi, genderuwo, tuyul, setan, dan
lain-lain.
·
Percaya
pada hari baik atau naas.
·
Percaya
pada hari kelahiran atau weton.
·
Percaya
pada benda-benda pusaka, jimat, dan sejenisnya.
Sehubungan
dengan berbagai kepercayaan, maka dilaksanakan upacara-upacara selametan
sebagai berikut:
·
Upacara
selametan yang berhubungan dengan lingkaran hidup manusia, seperti mitoni,
kematian, dan lainnya.
·
Upacara
selametan yang berhubungan dengan kehidupan desa, seperti bersih desa,
penggarapan pertanian, dan lainnya.
·
Upacara
selametan yang berhubungan dengan pernikahan, seperti selamatan sepasaran
setelah pernikahan.
·
Upacara
selametan yang berhubungan dengan peringatan hari-hari atau bulan-bulan besar
Islam, seperti sekatenan atau grebeg maulud, sura, dan sebagainya.
·
Upacara
selametan yang berhubungan dengan kejadian-kejadian tertentu, seperti melakukan
perjalanan jauh, mulai membuat rumah, dan sebagainya.
·
Upacara
selametan yang berhubungan dengan orang meninggal dunia, seperti selametan
surtanah atau (geblak), nelung dina, dan
lainnya.
SISTEM KEKERABATAN
Masyarakat
Jawa menganut sistem kekerabatan bilateral atau parental, yaitu sistem
kekerabatan yang menarik garis keturunan dari bapak/ibu. Istilah- istilah yang
digunakan dalam sistem kekerabatan Jawa sebagai berikut:
·
Pakde
dan Bude (uwa), yaitu semua kakak dari bapak dan ibu, baik laki-laki maupun
perempunan beserta suami dan istrinya.
·
Paklik
(Paman) dan Bulik (bibi), yaitu semua adik dari ayah dan ibu,baik laki-laki
maupun perempuan beserta suami dan istrinya.
·
Nak
Ndulur (Sepupu), yaitu anak dari pakde-bude dan paklik-bulik.
·
Misan,
yaitu anak dari saudara sepupu.
Pada
masyarakat Jawa, perkawinan dianggap ideal apabila diukur dari segi keyakinan
dan kesamaan adat yang menunjukan adanya pemilihan jodoh ideal. Ukuran ideal
bagi pria adalah perhitungan bibit, bebet, dan bobot. Sedangkan bagi wanita,
perhitungannya didasarkan pada mugen, tegen, dan rigen.
Pernikahan
yang dilarang, yaitu menikah dengan:
·
Saudara
kandung.
·
Pancer
lanang (anak dari dua saudara kandung laki-laki).
·
Pihak
laki-laki lebih muda abunya dari pihak perempuan.
SISTEM POLITIK DAN KEMASYARAKATAN
·
Dahulu,
pada suku Jawa terdapat stratifikasi sosial yang dikenal dengan golongan
bendoro, priyayi, dan wong cilik.
·
Stratifikasi
sosial berdasarkan kepemilikan tanah, yaitu wong baku, kuli gondok (lindung),
dan sinoman.
·
Dalam
bidang pemerintah, pamong desa memilih seorang kepala desa (lurah) dengan semua
pembantunya, seperti carik, juga tirta (ulu-ulu), dan juga baya. Tugas utama
mereka adalah untuk meningkatkan kesejahteraan desa.
SISTEM EKONOMI
Sistem
perekonomian masyarakat Jawa mencakup
·
Pertanian
Yang
dimaksud pertanian disini terdiri atas pesawahan dan perladangan (tegalan),
tanaman utama adalah padi. Tanaman lainnya jagung, ubi jalar, kacang tanah,
kacang hijau dan sayur mayor, yang umumnya ditanam di tegalan. Sawah juga
ditanami tanaman perdagangan, seperti tembakau, tebu dan rosella.
·
Perikanan
Adapun
usaha yang dilakukan cukup banyak baik perikanan darat dan perikanan laut.
Perikanan laut diusahakan di pantai utara laut jawa. Peralatannya berupa kail,
perahu, jala dan jarring
·
Peternakan
Binatang
ternak berupa kerbau, sapi, kambing, ayam dan itik dan lain-lain.
·
Kerajinan
Kerajinan
sangat maju terutama menghasilkan batik, ukir-ukiran, peralatan rumah tangga,
dan peralatan pertanian.
Adapun
mata pencaharian dalam suku Jawa atau masyarakat Jawa biasanya bermata
pencaharian bertani, baik bertani di sawah maupun tegalan, juga Beternak pada
umumnya bersipat sambilan, selain itu juga masyarakat Jawa bermata pencaharian
Nelayan yang biasanya dilakukan masyarakat pantai.
SISTEM KESENIAN
Sistem
kesenian Jawa meliputi:
·
Bentuk
rumah adat, misalnya rumah joglo, rumah l imasan, dan lain-lain.
·
Seni
tari, misal Tari Serimpi, Tari Gambyong, Tari Merak, dan lainnya.
·
Seni
tembang, seperti Sewu Ora Jamu, Ngidung, dan sebagainya.
·
Pakaian
Adat Jawa dapat berupa beskap, kebaya, batik, dan lain-lain.
·
Etika
seksual jawa
Mengenai
etika seksual di jawa tidak ada superior ataupun interior,semua pria dan wanita
sama saja. Hanya tanggung jawabnya saja yang berbeda. Dalam bidang seksual,
masyarakat Jawa condong untuk bersikap tegas. Pada setiap perayaan-perayaan di
desa, pria dan wanita duduk secara terpisah. Para orang tua melarang keras jika
putrinya berjalan dengan seorang pria. Mereka berpendapat bahwa anak muda tidak
dapat menahan emosinya, Sehingga mereka takut terjadi sesuatu kepada putrinya.
POLA KEHIDUPAN SOSIAL ETNIK JAWA
Menurut
Soerjono Soekanto (2009:56) masyarakat
merupakan sehimpunan orang yang hidup bersama dalam suatu tempat dengan ikatan
aturan tertentu. Masyarakat merupakan makhluk sosial karena masyarakat tidak
dapat hidup sendiri dengan mengabaikan keterlibatannya dengan kepentingan
pergaulan antara sesamanya dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam hubungan
manusia dengan masyarakat terjadi interaksi aktif. Masyarakat dapat
mengintervensi dengan masyarakat lingkungannya dan sebaliknya masyarakat pun
dapat memberi pada manusia sebagai warganya.
Masyarakat
selalu melakukan hubungan sosial dengan individu lain atau kelompok-kelompok
tertentu. Hubungan sosial yang terjadi antar individu maupun antar kelompok
tersebut juga dikenal dengan istilah interaksi sosial. Interaksi antara
berbagai segi kehidupan sosial yang sering dialami dalam kehidupan sehari-hari
itu akan membentuk suatu pola hubungan yang saling mempengaruhi sehingga akan
membentuk suatu sistem sosial dalam masyarakat. Keadaan inilah yang dinamakan
proses sosial.
Proses
sosial yang terjadi dalam masyarakat tentunya tidak selalu berjalan dengan
tertib dan lancar, karena masyarakat pendukungnya memiliki berbagai macam
karakteristik. Demikian pula halnya dengan interaksi sosial atau hubungan
sosial yang merupakan wujud dari proses-proses sosial dimana di dalamnya
terdapat pola hubungan sosial masyarakat.
Pada
kenyataannya pola hubungan sosial masyarakat yang terjadi sesungguhnya tidak
sesederhana kelihatannya melainkan merupakan suatu proses yang sangat kompleks.
Pola hubungan sosial terjadikarena ditentukan oleh banyak faktor termasuk orang
lain yang ada di sekitar yang jugamemiliki perilaku spesifik, dan manusia dalam
memenuhi kebutuhannya.
Pola
kehidupan sosial masyarakat tidak hanya menyangkut tentang ekonomi, pendidikan
dan kehidupan keluarga belaka, tetapi jauh dari itu meliputi keorganisasian
masyarakat sosial, upacara dan adat istiadat yang berlaku serta kehidupan
keragamaan. Para sosiolog memandang bahwa pola kehidupan masyarakat merupakan
proses sosial, mengingat bahwa pengetahuan perihal struktur masyarakat saja
belum cukup untuk memperoleh gambaran yang nyata mengenai kehidupan bersama
manusia. pengetahuan proses sosial memungkinkan seseorang untuk memperoleh
pengertian mengenai segi yang dinamis dari masyarakat atau gerak masyarakat.
Dalam
pola kehidupan masyarakat tentunya akan ada masalah sosial yang timbul yang
bersumber pada faktor-faktor ekonomi, biologis, biopsikologi, dan kebudayaan.
Setiap masyarakat mempunyai norma yang bersangkut paut dengan kesejahteraan
kebendaan, kesehatan fisik, kesehatan mental, serta menyesuaikan diri individu
atau kelompok sosial. Penyimpangan-penyimpangan terhadap norma-norma tersebut
merupakan gejala abnormal yang merupakan masalah sosial.
Bentuk
pola hidup masyarakat mencakup tingkah laku dan hasil tingkah laku manusia,
maka di sini akan dibatasi dengan menitikberatkan pada aspek-aspek kebudayaan
yang menyangkut bidang-bidang tertentu seperti keagamaan, adat istiadat bagi
masyarakat.
Pada
umumnya pola hidup masyarakat mempunyai ciri-ciri persamaan dalam struktur
sosial, namun dalam sistem sosial dan sistem budaya mereka menampakkan
perbedaan, bahkan perbedaan prinsipil disebabkan karena perbedaan sejarah
perkembangan lingkungan hidup dan perbedaan geografis. Adanya perbedaan
tersebut merupakan hikmah dan kekayaan budaya bangsa yang mengundang kita untuk
belajar dan mendalami, dan kriteria-kriteria
kehidupan yang mereka miliki.
POLA KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT
ETNIK JAWA DI PONTIANAK
Dilihat
dari perspektif etnisitas (kesukubangsaan) yang mendiami daerah Kalimantan
Barat adalah sangat unik khususnya di daerah perkotaan yakni di Kota Pontianak.
Hal ini dikarenakan tidak ada suku bangsa yang dominan dalam pengertian bahwa
penduduk yang mendiami daerah ini sangat beranekaragam.
Mulai
dari kedatangannya, kehidupan, kebudayaan hingga adat istiadatnya. Keberadaan
orang Jawa di Kalimantan Barat, memang sudah menjamur di berbagai daerah.
Mereka terkadang hidup berkelompok maupun hidup becampur dengan warga pribumi.
Orang jawa juga hidup secara membaur dengan etnis lainya. Seperti yang ada di
Wonodadi, Gang Suditrisno Gang Sukasari, Gang Madyosari yang letaknya di jalan
Prof. M. Yamin dan orang Jawa di tempat lainnya mereka hidup berdampingan
dengan masyarakat dari etnis lain.
DIMENSI SEJARAH HUBUNGAN INTERAKSI
ETNIS JAWA DI PONTIANAK
Dimensi
sejarah yaitu berhubungan dengan tumbuh
dan berkembang hubungan antar kelompok etnik itu terjadi. Seperti Hubungan Etnik
Jawa dengan etnik-etnik yang ada di Pontianak, yakni Etnik asli Kalimantan
Barat yaitu Dayak, etnik Melayu, etnik Tionghoa, etnik Batak, etnik Bugis,
etnik Madura dan etnik lainnya. Menurut data Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Provinsi Kalimantan Barat sejak tahun 1969 hingga Desember 2005,
sudah ada 121.619 KK atau 514.916 jiwa warga transmigrasi ke Kalimantan Barat.
Mulai saat itu pula mulai terjadinya interaksi antara etnik Jawa dengan etnis
Melayu, Dayak, Tionghoa dan etnis lainnya yang ada di Pontianak.
·
Minoritas
dan Dominan
Pada
umumnya masyarakat perkotaan tidak terlihat kelompok minoritas dan kelompok
dominan bila kita memandang dari perspektif kuantitas kesukubangsaannya. Karena
untuk wilayah perkotaan masyarakatnya adalah multikulturalisme, walaupun untuk
wilayah kota Pontianak mayoritas etnisnya adalah suku Melayu. Tetapi jika kita
melihat perspektif kehidupan sosial ekonominya memang terdapat minoritas dan
dominan. Tidak diragukan lagi untuk wilayah sentral perekonomian di Pontianak
seperti di Jalan Tanjungpura, Gajahmada dan Pattimura didominasi oleh kelompok
masyarakat Tionghoa.
Tetapi
etnis Jawa juga mendominasi kehidupan sosial ekonomi di Pontianak. Ini terlihat
pada daerah Kota Baru, 50% pedagang makanan adalah orang Jawa. Makanan itu
antara lain, bakso, mie ayam, nasi goreng, ayam krispi, soto, martabak, cendol,
hingga pentol. Ilmu dan pengalaman di kampung halaman mereka yang kemudian
diaplikasikan di Kota Pontianak, menjadi senjata ampuh untuk bertahan hidup di
Kota Pontianak.
·
Hubungan
Mutualisme Etnik Jawa di Pontianak
Berdasarkan
pembahasan di atas, dapat dilihat bahwa dengan adanya pedagang makanan olahan
menjamur di sudut kota memberikan kemudahan bagi etnis lainya untuk memenuhi
kebutuhannya dan juga memberikan kontribusi bagi pemerintah, untuk memberantas
pengangguran dan kemiskinan yang ada kota Pontianak.
·
Stereotype
Etnik Jawa
Orang
Jawa terkenal sebagai suku bangsa yang sopan dan halus, tetapi mereka juga
terkenal sebagai suatu suku bangsa yang tertutup dan tidak mau terus terang.
Sifat ini konon berdasarkan sifat orang Jawa yang ingin memeliharakan
keharmonian atau keserasian dan menghindari pertikaian. Oleh itu, mereka
cenderung diam sahaja dan tidak membantah apabila tertimbulnya percanggahan
pendapat. Salah satu kesan yang buruk daripada kecenderungan ini adalah bahawa
mereka biasanya dengan mudah menyimpan dendam.
Orang
suku Jawa juga mempunyai kecenderungan untuk membeda-bedakan masyarakat
berdasarkan asal-usul dan kasta atau golongan sosial. Sifat seperti ini
dikatakan merupakan sifat feudalisme yang berasal daripada ajaran-ajaran
kebudayaan Hindu dan Jawa Kuno yang sudah diyakini secara turun-temurun oleh
masyarakat Jawa sehingga sekarang.
POLA KEHIDUPAN EKONOMI MASYARAKAT
ETNIK JAWA DI PONTIANAK
Orang
Jawa yang ada di Kota Pontianak ini berdasarkan sensus penduduk tahun 2012,
jumlahnya mencapai 10% dari total warga Pontianak. Mereka bergerak dalam
berbagai bidang, ada yang jadi penjual jamu, makanan, birokrasi, pengacara, dan
lain sebaginya. Namun kebanyakan bergerak dalam wirausaha mandiri.
Sebagai
etnis pendatang, masyarakat etnis jawa dalam kehidupannya sehari-hari menjalani
profesi dari berbagai bidang untuk bertahan di kota Pontianak ini, itu semua
untuk meningkatkan perekonomian masyarakat etnis jawa di kota Pontianak. Sesuai
dengan pesan dari Anderas sebagai Wakil Bupati Kubu Raya pada tahun 2012 kepada orang-orang Jawa
khususnya untuk berperan aktif dalam memajukan perekonomian demi terwujudnya masyarakat
yang sejahtera dan mandiri serta tidak malu dalam berusaha.
KEBUDAYAAN MASYARAKAT ETNIK JAWA DI
PONTIANAK
Salah
satu kebudayaan di Pontianak, pertujukan Kesenian Wayang Kulit menjadi salah
satu kebudayaan masyarakat etnik Jawa yang ditampilkan tidak saja semata-mata
terfokus pada acara serimonialnya belaka, namun juga apresiasi terhadap
nilai-nilai positif terutama pada karakter tokoh-tokoh yang ada dalam cerita
pewayangan, sehingga pada aktualisasinya berkualitas serta dapat memperkokoh
rasa persatuan dan persatuan bangsa.
Kesenian
Pagelaran Seni Wayang Kulit adalah satu kesenian budaya yang harus dilestarikan
keberadaan, budaya dearah tersebut sebagai sistem nilai yang dianut komunitas
atau kelompok masyarakat khususnya masyarakat jawa yang ada di Kalbar. Karena
didalamnya telah terkandung nilai-nilai atau, sikap tata cara masyarakat yang
menunjukan jati diri danidentitas suatu komunitas.
Budaya
Wayang Kulit yang ada di Kalimantan Barat harus terus dilestarikan agar
eksistensinya tetap tetap terpelihara, dilindungi dan dikembangkan sehingga
dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pencerdasan dan peningkatan kualitas hidup
masyarakat.
Pemerintah
Provinsi Kalimantan Barat juga terus berusaha memajukan dan menjamin kebebesan
budaya asli daerah dan budaya-budaya masyarakat yang berasal dari luar
Kalimantan Barat, secara tradisi melekat pada etnis-etnis yang ada serta sudah
menjadi penduduk Kalimantan Baratn sejak lama dan turun temurun, karena secara
nyata telah banyak memberikan kontribusi besar dalam pembangunan daerah.
Komitmen
ini mencerminkan nilai-nilai kebangsaan Bhineka Tunggal Ika didalam berbudaya
dan berbangsa ,kita boleh berbeda suku bangsa, boleh berbeda dalam beragma dan
berekeyakinan, boleh beragam bahasa ibu, boleh beraneka adat istiadat, tetap
satu, bangsa Indonesia dan warga masyarakat Kalimantan Barat.
0 komentar:
Posting Komentar