ETNIS BATAK
Etnik
Batak merupakan salah satu etnik bangsa di Indonesia. Nama ini merupakan sebuah
tema kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa etnik bangsa yang bermukim dan
berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur, di Sumatera Utara. Suku bangsa yang
dikategorikan sebagai Batak adalah: Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak
Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing. Populasi etnik Batak di
Indonesia merupakan sub populasi terbanyak ketiga setelah etnik Jawa dan etnik
Sunda. Jumlah etnik Batak di Indonesia hasil Sensus Penduduk 2010 adalah
sebanyak 8,432,328 jiwa. Berdasarkan kode
etnik BPS, etnik Batak terdiri dari tujuh sub etnik. Populsi masing-masing sub
etnik adalah sebagai berikut: Batak
Angkola (623,214 jiwa), Batak Karo (1,232,655 jiwa), Batak Mandailing
(1,742,673 jiwa), Batak Pakpak Dairi (180,393 jiwa), Batak Simalungun (441,382
jiwa), Batak Tapanuli/Sibolga (539,567 jiwa) dan Batak Toba (3,672,443 jiwa).
SEJARAH ETNIK BATAK
Batak
merupakan satu istilah yang digunakan untuk kumpulan suku yang terdapat di
daratan tertinggi di Sumatera Utara, Suku Batak berasal dari keturunan Raja
Batak. Suku batak termasuk suku bangsa melayu tua yang berasal dari indocina
atau hindia belakang, nenek moyang orang batak berasal dari utara berpindah ke
Filipina dan berpindah lagi ke Sulewesi Selatan, berlayar hingga akhirnya
menetap di pelabuhan barus, kemudian bergeser ke pedalaman dan menetap dikaki
gunung pusuk buhit, di tepi pulau samosir, tempat asal usul peradaban suku
batak.
Keturunan
suku batak berasal dari hindia muka (india), pindah ke burma, kemudian ke tanah
genting Kera di Utara Malaysia. Berlayar sampai ke tanjung balai batubara dan
di pangkalan brandan atau kuala simpang di aceh dari sana naik ke pedalaman
danau toba Suku batak termasuk dalam
rumpun proto-melayu yang berasal dari Asia selatan yakni dari burmayang
berlayar sampai malaysia, menyeberang dan menghuni daerah sekitar danau toba
IDENTITAS SUKU BUDAYA BATAK
SUKU
BATAK TOBA
Wilayah-wilayah
Suku Batak Toba meliputi balige porsea, parsoburan, laguboti, ajibata, ulunan,
borbor, lumban, julu, dan sekitar. Sitorus, sirait, butar-butar manurung
merupakan beberapa marga dari Suku Batak toba. Suku Batak Toba ialah
marga-marga pada Suku Bangsa Batak yang berkampung halaman (marbona pasogit) di
daerah Toba. Sonak Malela yang mempunyai 3 (tiga) orang putera dan menurunkan
4marga, yaitu: Simangunsong, Marpaung, Napitupulu, dan Pardede, merupakan salah
satu cotoh marga pada suku bangsa Batak Toba
KEBUDAYAAN
Batak
Toba dengan Tarian Tortor, Wisata danau toba, wisata megalitik (kubur batu),
legenda (cerita rakyat), adat budaya yang bernilai tinggi dan kuliner.Batak
Karo yang terkenal dengan daerah Berastagi dengan alam yang sejuk dan indah,
penghasil buah-buahan dan sayur-sayuran yang sudah menembus pasar global dan
juga memiliki adat budaya yang masih tradisional.Etnis Melayu yang terkenal
dengan berbagai peninggalan sejarah seperti Istana Maimoon, tari derah dan
peninggalan rumah melayu juga masjid yang memiliki nilai sejarah yang tinggi.
Batak Angkola yang terkenal dengan kultur budaya yang beragam, mulai dari tari
daerah adat istiadat dan merupakan penghasil salak (salak sidempuan) yang juga
sudah dapat menembus pasar global.Batak Pakpak Dairi yang dikenal dengan
peninggalan sejarah megalitik berupa mejan dan patung ulubalang dan tentunya
juga memiliki adat istiadat dan tari daerah juga alat musik yang khusus.
MUSIK
Musik
Batak awalnya diciptakan untuk upacara ritual yang dipimpin pada Datu (dukun)
pada masa itu untuk penghormatan leluhur, minta panen yang sukses kepada Mula
Jadi Nabolon. Batak untuk ritual ini adalah yang disebut Gondang Sabangunan
yang terdiri dari 5 Ogung, 5 Gondang, Sarune Bolon lubang 5. Namun para Rakyat
juga ingin main musik, maka berkembanglah musik batak ini di kalangan rakyat
dengan format Taganing, Garantung, Hasapi, Seruling dan Sarune Etek. Dengan
alat-alat musik inilah tercipta banyak sekali lagu rakyat yang bernuansa pentatonis
(Do Re Mi Fa Sol, kadang2 ada juga La) dan susunan nada (licks)-nya sangat khas
tidak didapati di musik suku lain.
TARIAN
Seni
tari tradisional meliputi berbagai jenis.Ada yang bersifat magis, berupa tarian
sakral, dan ada yang bersifat hiburan saja yang berupa tari profan.tari adat
yang merupakan bagian dari upacara adat, tari sakral biasanya ditarikan oleh
dayu-datu.Termasuk jenis tari ini adalah tari guru dan tari tungkat.Datu
menarikannya sambil mengayunkan tongkat sakti yang disebut Tunggal Panaluan.
KERAJINAN
Tenunan
merupakan seni kerajinan yang menarik dari suku Batak. Contoh tenunan ini
adalah kain ulos dan kain songket. Ulos merupakan kain adat Batak yang
digunakan dalam upacara-upacara perkawinan, kematian, mendirikan rumah,
kesenian,dsb. Bahan kain ulos terbuat dari benang kapas atau rami.Warna ulos
biasanya adalah hitam, putih, dan merah yang mempunyai makna tertentu.
Sedangkan warna lain merupakan lambang dari variasi kehidupan
HUKUM ADAT TENTANG PERKAWINAN PADA
SUKU BATAK
Proses
perkawinan dalam adat kebudayaan Batak menganut hukum eksogami (perkawinan di
luar kelompok suku tertentu). Ini terlihat dalam kenyataan bahwa dalam
masyarakat Batak: orang tidak mengambil isteri dari kalangan kelompok marga
sendiri (namariboto), perempuan meninggalkan kelompoknya dan pindah ke kelompok
suami, dan bersifat patrilineal, dengan tujuan untuk melestarikan galur suami
di dalam garis lelaki. Hak tanah, milik, nama, dan jabatan hanya dapat diwarisi
oleh garis laki-laki.
Ada
2 (dua) ciri utama perkawinan ideal dalam masyarakat Batak-Toba, yakni :
a. Berdasarkan
rongkap ni tondi (jodoh) dari kedua mempelai; dan
b. Mengandaikan
kedua mempelai memiliki rongkap ni gabe (kebahagiaan, kesejahteraan), dan
demikian mereka akan dikaruniai banyak anak.
Sementara
ketidakrukunan antara suami-isteri terjadi apabila tondimereka tidak bisa lagi
hidup rukun (so olo marrongkap tondina) dan itu akan tampak di kemudian hari.
Ketidakrukunan ini mungkin akan mengakibatkan terjadinya perceraian.
Sebaliknya, sekali mereka sudah melahirkan anak, ikatan antar-pasangan akan
semakin kuat dan ikatan cinta semakin kokoh. Hukum eksogami, sebagaimana telah
disinggung di atas, bahkan sudah melekat dalam diri setiap orang Batak Toba
hingga sekarang. Maka, kiranya tidak mengherankan, apabila masih ada ketakutan
untuk melanggarnya. Yang termasuk pelanggaran, antara lain na tarboan-boan
rohana (yang dikuasai oleh nafsu-keinginan), yakni orang yang menjalankan
sumbang terhadap iboto (saudara perempuan dari anggota marga sendiri). Selain
larangan marsumbang, hubungan lain yang tidak diperkenenkan adalahmarpadanpadan
(kumpul kebo). Marsumbang baru dibolehkan jika perkawinan yang pernah diadakan
di antara kedua kelompok tidak diulangi lagi selama beberapa generasi. Jika
terjadi pelanggaran terhadap larangan itu, maka pendapat umum dan alat
kekuasaan masyarakat akan diminta turun tangan. Ritusnya adalah sebagai
berikut: gondang mangkuling, babiat tumale(gong bertalu-talu, harimau mengaum),
artinya, rakyat akan berkumpul untuk menangkap dan menghukum si pelaku.
Peribahasa yang digunakan untuk semua tindakan yang melanggar susila adalah:
“Manuan bulu di lapang-lapang ni babi; Mamungka na so uhum, mambahen na so
jadi." (menanam bambu di tempat babi berlalu, tidak taat hukum dan menjalankan
yang tabu), (J.C. Vergouwen, 2004:209).
Perkawinan
yang dilakukan atas pelanggaran dinyatakan batal. Lelaki yang berbuat demikian,
serta pihak parboru diwajibkan melakukan pertobatan (manopoti/pauli uhum) atau
dinyatakan di luar hukum (dipaduru di ruar ni patik), dikucilkan dari kehidupan
sosial sebagaimana yang ditentukan oleh adat. Ritusnya adalah sebagai berikut :
Pihak-pihak yang melanggar harus mempersembahkan jamuan yang terdiri dari
daging dan nasi (manjuhuti mangindahani). Kerbau atau sapi disembelih demi
memperbaiki nama para kepala dan ketua yang tercemar karena kejadian itu.
Makanan yang dihidangkan sekaligus merupakan pentahiran (panagurasion) terhadap
tanah dan penghuninya Berdasarkan pendapat Posposil yang mengatakan bahwa hukum
harus memenuhi empat syarat, yakni :
ATTRIBUTE OF AUTHORITY.
Atribut
otoritas atau kekuasaan menentukan bahwa aktifitas kebudayaan yang disebut
hukum itu adalah keputusan melalui suatu mekanisme yang diberi wewenang dan
kekuasaan dalam masyarakat. Keputusan-keuputusan itu memberi pemecahan terhadap
ketagangan social yang disebabkan karena misalnya ada : (i) serangan-serangan
terhadap diri individu; (ii) serangan-serangan terhadap hak orang lain; (iii)
serangan-serangan terhadap pihak yang berkuasa; (iv) serangan-serangan terhadap
keamanan umum.
ATTRIBUTE OF INTENTION OF UNIVERSAL
APPLICATION.
Atribut
ini menentukan bahwa keputusan-keputusan dari pihak yang berkuasa itu harus
dimaksudkan sebagai keputusan-keputusan yang mempunyai jangka waktu panjang dan
harus dianggap berlaku juga terhadap peristiwa-peristiwa dalam masa yang akan
dating.
ATTRIBUTE OF OBLIOGATION.
Atribut
ini menentukan bahwa keputusan-keputusan pemegang kuasa harus mengandung
perumusan dari kewajiban pihak ke satu terhadap pihak kedua, tetapi juga hak
dari pihak kedua harus dipenuhi oleh pihak kesatu. Didalam hal ini pihak kesatu
dan kedua harus terdiri dari individu-individu yang hidup. Kalau keputusan
tidak mengandung perumusan dari kewajiban maupun dari hak tadi, maka keputusan
tak akan ada akibatnya dan karena itu tidak akan merupakan keputusan hukum; dan
kalau pihak itu misalnya nenek moyang yang sudah meninggal, maka keputusan yang
menentukan kewajiban pihak ke satu ke pihak kedua itu bukanlah hukum, melainkan
suatu keputusan yang merumuskan suatu kewajiban keagamaan.
ATTRIBUTE OF SANCTION
Menentukan
bahwa keputusan-keputasan dari pihak berkuasa itu harus dikuatkan dengan sanksi
dalam arti seluas-luasnya. Sanksi itu bisa berupa sanksi jasmaniah berupa
hukuman tubuh dan deprivasi dari milik (yang misalnya amat dipentingkan dalam
sistem-sistem hukum bangsa-bangsa Eropa), tetapi juga sanksi rohani seperti
misalnya menimbulkan rasa takut, rasa malu, rasa dibenci dan sebagainya maka
ritus-ritus yang di lakukan masyarakat Batak Toba terhadap pelanggaran na tarboan-boan rohana,
marsumbang dan marpadanpadan merupakan hukum adat karena dalam pelaksanaanya
terdapat keterlibatan pemimpin (authority), berlaku umum (universal), bersifat
obligation yang dimana masyarakat berhak untuk menangkap dan menuntut pelaku
dan perlaku wajib untuk melakukan pertobatan (manopoti/pauli uhum), serta adanya
sanksi berupa manjuhuti mangindahani (Koentjaraningrat, 2008:202).
BENTUK PEMBAGIAN HARTA WARIS DAN
SISTEM KEKERABATAN SUKU BATAK
Masyarakat
Batak yang menganut sistim kekeluargaan yang patrilineal yaitu garis keturunan
ditarik dari ayah. Hal ini terlihat dari marga yang dipakai oleh orang Batak
yang turun dari marga ayahnya. Melihat dari hal ini jugalah secara otomatis
bahwa kedudukan kaum ayah atau laki-laki dalam masyarakat adat dapat dikatakan
lebih tinggi dari kaum wanita. Namun bukan berarti kedudukan wanita lebih
rendah.
Dalam
pembagian warisan orang tua. Yang mendapatkan warisan adalah anak laki-laki
sedangkan anak perempuan mendapatkan bagian dari orang tua suaminya atau dengan
kata lain pihak perempuan mendapatkan warisan dengan cara hibah. Pembagian
harta warisan untuk anak laki – laki juga tidak sembarangan, karena pembagian
warisan tersebut ada kekhususan yaitu anak laki – laki yang paling kecil atau
dalam bahasa batak nya disebutSiapudan. Dan dia mendapatkan warisan yang
khusus. Dalam sistem kekerabatan Batak Parmalim, pembagian harta warisan
tertuju pada pihak perempuan. Ini terjadi karena berkaitan dengan system
kekerabatan keluarga juga berdasarkan ikatan emosional kekeluargaan. Dan bukan
berdasarkan perhitungan matematis dan proporsional, tetapi biasanya dikarenakan
orang tua bersifat adil kepada anak – anak nya dalam pembagian harta warisan.
Dalam
masyarakat Batak non-parmalim (yang sudah bercampur dengan budaya dari luar),
hal itu juga dimungkinkan terjadi. Meskipun besaran harta warisan yang
diberikan kepada anak perempuan sangat bergantung pada situasi, daerah, pelaku,
doktrin agama dianut dalam keluarga serta kepentingan keluarga. Apalagi ada
sebagian orang yang lebih memilih untuk menggunakan hukum perdata dalam hal
pembagian warisannya.
Hak
anak tiri ataupun anak angkat dapat disamakan dengan hak anak kandung. Karena
sebelum seorang anak diadopsi atau diangkat, harus melewati proses adat
tertentu. Yang bertujuan bahwa orang tersebut sudah sah secara adat menjadi
marga dari orang yang mengangkatnya. Tetapi memang ada beberapa jenis harta
yang tidak dapat diwariskan kepada anak tiri dan anak angkat yaitu Pusaka turun
– temurun keluarga. Karena yang berhak memperoleh pusaka turun-temurun keluarga
adalah keturunan asli dari orang yang mewariskan.
Dalam
Ruhut-ruhut ni adat Batak (Peraturan Adat batak) jelas di sana diberikan
pembagian warisan bagi perempuan yaitu, dalam hal pembagian harta warisan bahwa
anak perempuan hanya memperoleh: Tanah (Hauma pauseang), Nasi Siang (Indahan
Arian), warisan dari Kakek (Dondon Tua), tanah sekadar (Hauma Punsu Tali).
Dalam adat Batak yang masih terkesan Kuno, peraturan adat – istiadatnya lebih
terkesan ketat dan lebih tegas, itu ditunjukkan dalam pewarisan, anak perempuan
tidak mendapatkan apapun. Dan yang paling banyak dalam mendapat warisan adalah
anak Bungsu atau disebut Siapudan. Yaitu berupa Tanak Pusaka, Rumah Induk atau
Rumah peninggalan orang tua dan harta yang lain nya dibagi rata oleh semua anak
laki – laki nya. Anak siapudan juga tidak boleh untuk pergi meninggalkan
kampung halaman nya, karena anak Siapudan tersebut sudah dianggap sebagai
penerus ayahnya.
Jika
kasusnya orang yang tidak memiliki anak laki-laki maka hartanya jatuh ke tangan
saudara ayahnya. Sementara anak perempuannya tidak mendapatkan apapun dari
harta orang tuanya. Dalam hukum adatnya mengatur bahwa saudara ayah yang
memperoleh warisan tersebut harus menafkahi segala kebutuhan anak perempuan
dari si pewaris sampai mereka berkeluarga (Rudian Siaban, 2013:
http://www.rudin76-ban.blogspot.com).
HUKUM ADAT TERHADAP DELIK ADAT
(PENCULIKAN) PADA SUKU BATAK
Mengenai
hukum pelanggaran digunkan istilah panguhumon ta angka parsala, yang berarti
hukum dalam hal mereka yang berbuat salah, pengadilan terhadap mereka serta
hukuman yang dijatuhkan. Sala berarti kesalahan, perbuatan tercela,
pelanggaran; parsala (orang yang melakukan suatu kesalahan, orang yang
melakukan pelanggaran). Istilah parsala
agak luas penerapanya daripada pengaloasi (orang yang menyalahi),
karenamangaloasi (menyalahi) yang menyangkut peraturan dan tata tertib yang
secara khusus diumumkan sebagai peraturan yang harus dipatuhi, sedangkanparsala
dapat juga berarti sesuatu yang tidak boleh dilakukan, dalam arti yang lebih
umum (J.C. Vergouwen, 2004:484).
Ada
banyak tindakan yang termasuk sebagai pelanggaran dalam masyarakat adat Batak
Toba, namun akan dibahas tentang tindakan penculikan bagi masyarakat Batak
Toba. Tindakan penculikan bagi masyarakat Batak Toba tidak hanya merugikan
pihak terkait (keluarga korban) juga terhadap kepala dan ketentraman serta
kedamian di dalam masyarakat. Jika terjadi kasus penculikan, tiba-tiba akan
terdengar hentak dan tepuk pada lantai batu seperti yang lazim pada suatu
tarian, dan orang pun akan mengalir berduyun-duyun untuk memberi bantuan kepada
yang empunya hajat. “Kendang bertalu-talu, harimau mengaum” terdengar pada
waktu seluruh wilayah dalam keadaan cemas begitu rupa sehingga semua orang
berhimpun untuk memuntahkan perasaan hati. Oleh karena itu, selain pihak yang
tersinggung harus menerima pemuasan, kepala juga harus ikut serta ketika
hukuman harus dijalani dengan cara menghidangkan nasi dan daging dan ketika
denda dan sebagainya harus dibayar
Berdasarkan
fakta di atas bisa diketahui bahwa panguhumon ta angka parsala merupakan hukum
karena telah memenuhi 4 tanda hukum, yakni :authority, obligation, universal,
dan sanction dan memiliki budaya hukum yang bersifat partisipan, (2004:93).
0 komentar:
Posting Komentar