DEFINISI KELUARGA MODERN
Dari
penjelasan di atas dapat kita ketahui bahwa keluarga modern adalah suatu bentuk
keluarga yang mengikuti trend (peradaban terbaru) sebagai akibat dari
penyesuaian-penyesuaian terhadap gejala-gejala baru yang disebabkan oleh
semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagai contoh, dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan, seorang wanita yang dahulu hanya bekerja
sebagai ibu rumah tangga yang mengurusi pekerjaan rumah, sekarang sudah banyak
yang menganyam pendidikan sampai tingkat perguruan tinggi dan mereka juga sudah
banyak yang bekerja di berbagai sektor baik jasa, dagang, kerajinan, dsb.
Mereka sudah tidak lagi melulu hanya bekerja di rumah namun bersamaan bekerja
disektor lain. Selain itu, teknologi juga sangat berpengaruh terhadap
keberlangsungan keluarga, saat ini banyak kita temukan anggota keluarga yang
secara fisik berkumpul di rumah, akan tetapi mereka asyik berhubungan dengan
rekan-rekan mereka diluar, baik dengan cara menggunakan telefon, SMS, BBM,
facebook, twitter, dsb. Selain teknologi informasi penggunaan teknologi lain
seperti mesin cuci, rice cooker, kulkan, kompor gas dsb yang memudahkan
pekerjaan keluarga menjadi salah satu ciri dari keluarga modern, namun
dibalik-kemudahan-kemudahan yang dihasilkan oleh teknologi modern tersebut,
dapat melunturkan rasa saling tolong menolong diantara anggota keluarga dalam
hal melakukan pekerjaan rumah, sehingga mereka akan semakin individuslis dalam
keluarganya.
KARAKTERISTIK KELUARGA MODERN
Secara
umum saat ini di era globalisasi dan modernisasi kondisi keluarga atau struktur
keluarga yang berhubungan denga peran mulai berubah karena masyarakat saat ini
makin kompleks. Hal ini dipengaruhi oleh
beberapa sebab ,antara lain :
·
Pergeseran dari extended family menjadi
nuclear family karena anggotanya semakin menurun.
·
Single parent meningkat karena adanya
perceraian
·
Orang berumah tangga tanpa menikah meningkat
karena kumpul kebo
·
Rumah tangga yang sendiri atau mandiri
meningkat.
·
Adanya pekerjaan perempuan di luar
keluarga sehingga pembagian kerja dalam rumah tangga berubah
·
Status perceraian relatif biasa
Salah
satu cara berfikir mengenai alasan mengapa terjadi perubahan sosial dan
transformasi sosial dalam keluarga yaitu karena suatu masyarakat dan
masing-masing bagiannya mempunyai kebutuhan untuk menyesuaikan dengan
lingkungan sosial dan lingkungan fisik mereka, atau lebih tepatnya menyesuaikan
dengan perubahan yang relevan di dalam lingkungan keluarga. Keluarga berubah
sejalan dengan perubahan jaman. Perubahan yang diinginkan biasanya diharapkan
bermuara pada kesejahteraan dan kebahagiaan, namun kenyataannya yang sering
terjadi adalah lain. Kenyataan itu sering diingkari sehingga masalah yang
muncul menjadi tambah besar dari yang seharusnya. Sejahtera dan bahagia tidak
hanya sebagai tujuan keluarga, tetapi lebih luas dari itu, yaitu tujuan hidup.
Untuk mencapainya banyak upaya yang dilakukan. Di antaranya adalah dengan
meningkatkan level pendidikan dan mendapatkan pekerjaan yang baik. Mencapai
pendidikan yang tinggi dan masuk dalam pasar kerja berarti mengubah siklus
hidup dari orientasi yang tradisional ke modern. Ini belum cukup, sebab
berpendidikan dan bekerja berarti pula menunda usia kawin, terutama bagi
perempuan. Keadaan ini sangat berperan dalam penurunan fertilitas yang bagi
sebagian besar negara berkembang menjadi sasaran penting. Artinya, ukuran
keluarga menjadi lebih kecil. Ternyata perubahan ukuran ini membawa perubahan
ke berbagai aspek kehidupan keluarga antara lain, dengan rata-rata jumlah
keluarga yang mengecil mengakibatkan bentuk keluarga luas (extended family)
bergeser ke bentuk keluarga inti (nuclear family). Perlu dicatat bahwa jumlah
anak dalam keluarga yang mengecil sejalan dengan penurunan fertilitas bukan
satu-satunya penyebab di sini. Namun implikasi dari keluarga kecil terhadap
kehidupan sosial dan ekonomi cukup besar. Dengan jumlah yang sedikit dan
meningkatnya kemampuan ekonomi menyebabkan bantuan, dukungan ekonomi dan sosial
seperti mengasuh anak, dari anggota keluarga luas berkurang. Pada masa transisi
seperti ini tampaknya keuntungan ekonomis lebih berpihak pada generasi muda
dibanding generasi tua, serta perempuan dibanding laki-laki. Dengan jumlah anak
sedikit rata-rata anggota keluarga yang muda mendapatkan kesempatan pendidikan
yang lebih baik. Sementara itu, kelompok usia lanjut mulai kurang diabaikan
oleh generasi yang lebih muda. Pergeseran bentuk keluarga ini jelas berdampak
psikologis bagi anggota-anggotanya. Tidak selamanya dampak tersebut negatif,
seperti kurang hangatnya hubungan antar anggota keluarga, tetapi juga positif
seperti otonomi individu.
Dalam
usaha untuk mengkaji masalah keluarga pada masa kini, maka suatu hal yang
sangat relevan untuk dipikirkan adalah masalah industrialisasi dan keluarga.
Dimana terjadi suatu perubahan struktur dari masyarakat yang agraris menjadi
industrialis. Goode mengemukakan pada masa kini bersamaan dengan proses
industrialisasi dapat diamati suatu perubahan ke arah bentuk yang disebut
keluarga konjugal. Secara singkat, keluarga konjugal menurut Goode adalah
keluarga dimana keluarga batih menjadi semakin mandiri melakukan peran-perannya
lebih terlepas dari kerabat-kerabat luas pihak suami istri. Secara ekonomi
keluarga konjugal itu berdiri sendiri, tempat tinggal juga secara sendiri,
tidak bersatu dengan kerabat luas. Seacar psikologis, satuan yang kecil ini
menjadi semakin berdikari. Ini berarti juga bahwa hubungan emosional di antara
suami istri lebih sentral dalam kehidupan keluarga yang memang menyebabkan
hubungan mereka menjadi akarab. Akan tetapi kemungkinan keluarga pecah juga
lebih besar karena yang mengikatnya adalah terutama suami istri itu saja.
Sedangkan dalam keluarga tradisional masih ada anggota keluarga luas yang
mengikat keluarga kecil.
Sistem
ekonomi yang bertopang pada industri, sistem keluarga juga telah berubah dari
yang tradisional menjadi modern. Keluarga modern diamsusikan memiliki ciri-ciri
tipe keluarga konjugal. Seperti yang telah disebutkan diatas, keluarga konjugal
suami istri terlibat dalam hubungan yang setaraf, mempunyai hubungan personal
yang akrab, antara anak dan orang tua terdapat hubungan yang tidak otoriter
atau berciri demokratis, para remaja kawin dalam umur yang tidak terlalu muda.
Perubahan yang berlangsung terhadap keluarga hanya dapat dipahami sepenuhnya
bila kita berangkat dari pengetahuan baseline mengenai keluarga dan hal itu
harus dilandaskan pada pengenalan sejarah dari keluarga sebagai pranata sosial.
Dalam
kajian perubahan keluarga ketika masyarakat mengalami proses industrialisasi,
gejala wanita bekerja tentulah menjadi perhatian besar. Adanya perluasan bidang
pekerjaan dan pertumbuhan kemandirian keluarga sebagai fenomena yang muncul
dalam masyarakat modern mempengaruhi pola pikir khususnya kaum perempuan untuk
ikut ambil bagian dalam arena yang penuh persaingan tersebut. Dahulu perempuan
dituntut untuk selalu berada di dalam rumah mengurus rumah tangga, anak dan
suami, tetapi di jaman modern saat ini kaum perempuan tidak mau lagi selalu
berada di lingkungan rumah tangga yang serba terbatas sehingga mereka tidak
bisa mengembangkan diri dan kariernya. Dengan perkembangan jaman para perempuan
tidak mau lagi hanya berdiam diri di rumah dan menggantungkan ekonominya pada
suami. Namun dalam kenyataan sebenarnya bnayak tantangan ternyata presentase
wanita bekerja meningkat juga dan kemungkinan besar terjadi karena di pasaran
tenaga kerja yang memperoleh pekerjaan yang ditawarkan adalah yang mampu.
Di
indonesia kelihatannya arti keluarga luas masih tetap besar, walaupun perubahan
masyarakat telah berlangsung ke arah struktur ekonomi yang industrial.
Kemungkinan sifat keluarga itu masih tetap akan bertahan, karena individualisme
tidak merupakan ciri menonjol. Tetapi kita tidak dapat memsatikan apakah hal
itu akan bertahan terus bila proses industrialisasi akan meningkat. Karena itu,
maka pengkajian mengenai sistem keluarga dalam masyarakat kita yang sedang
berubah akan semakin penting.
Dalam
usaha kita untuk mengkaji masalah keluarga pada masa kini,maka suatu hal yang
sangat relevan untuk dipikirkan adalah masalah industrialisasi dan keluarga.
Dalam buku Goode yang berjudul World Revolution and Family Patterns
mengemukakan bahwa pada masa kini bersamaan dengan proses industrialisasi dapat
diamati suatu perubahan yang terjadi secara global,yaitu bahwa keluarga di
mana-mana mengalami perubahan ke arah bentuk yang dia sebut sebagai keluarga
konjugal. Secara singkat keluarga konjugal menurut Goode adalah keluarga di
manakeluarga batih menjadi semakin mandiri melakukan peran-perannya lebih
terlepas dari kerabat luas puhak suami atau istri.
Secara
ekonomi keluarga konjugal itu berdiri sendiri,tempat tinggal juga secara
tersendiri,tidak bersatu dengan kerabat luas. Secara psikologis satuan yang kecil ini menjadi semakin
berdikari. Ini berarti juga bahwa hubungan emosional di antara suami istri
menjadi lebih sentral dalam kehidupan keluarga yang memang menyebabkan hubungan
mereka menjadi akrab. Akan tetapi kemungkinan keluarga pecah juga lebih besar
karena yang mengikatnya adalah terutama suami dan istri itu saja,sedangkan
dalam keluarga tradisionalmasih ada anggota keluarga luas yang mengiokat
keluarga kecil.
KELUARGA MODERN DI INDONESIA
Ada
yang mendefinisikan dengan batasan ikatan perkawinan, ada juga yang
mendefinisikannya sebagai unit terkecil masyarakat dan bila secara administrasi
adalah semua yang tergabung dalam kartu keluarga.Pandangan tersebut sudah
tepat. Namun jika mengaitkan peran keluarga terhadap dampak sosial di zaman
modern ini, akan lebih mengena bila mendudukkan keluarga itu sebagai
”organisasi terkecil” bukan lagi sekedar unit terkecil yang statis dalam
masyarakat. Kita tahu bahwa organisasi itu idealnya memiliki sifat interaktif,
saling ketergantungan,pekat dalam komunikasi, dan memiliki tujuan-tujuan dalam
arah yang sama.
Di
zaman modern ini, keberadaan setiap anggota keluarga berdasar ikatan perkawinan
di dalam satu tempat, satu rumah cenderung tidak populer lagi. Kondisi
perekonomian yang berkembang, geografis yang berubah, banyak menjadikan mereka
hidup berpencar untuk mencari nafkah, belajar,berkarya dengan mobilitas antar
wilayah dan lain seperti contohnya di kota Jakarta. Anak rantau makin banyak,
bisnis rumah kos, kontrakan dan juga asrama sudah menjamur. Budaya asal mulai
memudar karena bercampur dengan aneka budaya di tempat kerja,dan sosialitanya.
Maka
sudah saatnya melihat keluarga dengan lebih luas, tanpa terbatas pada ikatan
perkawinan saja.Jangan terlupakan bahwa keluarga di zaman modern ini menjadi
sebuah institusi yang bisa dalam bentuk sekelompok pekerja, sekelompok
permainan, sekelompok tim dengan hobi yang sama,sekelompok persaudaraan dan
kelompok- kelompok lain.Dalam bentuk- bentuk seperti itulah pengaruh yang
menjalar ke sesamanya lebih efektif.Baik itu pengaruh budaya, pembinaan mental,
lingkungan, saling melindungi, ekonomi, dan yang utama juga adalah pengaruh
informasi. Kita seakan terlena bahwa kehidupan keluarga seperti ini kadang bisa
mengalahkan interaksi dalam keluarga inti.
Coba
renungkan, berapa jam, berapa hari kita bisa secara aktif dan berkualitas
berinteraksi dengan keluarga inti? Bisa jadi, anak balita yang kita tinggalkan
di rumah lebih banyak interaksinya dengan para baby sitter karena lebih dari 9
jam di dekatnya. Tak sedikit para orang tua lebih dari separuh hari melakukan
interaksi berkualitas dengan tim kerjanya, dengan teman sosial lainnya, karena
sesampainya di rumah sudah letih dan waktunya banyak untuk beristirahat. Nyaris
lenyap interaksi berkualitas untuk saling menularkan nilai nilai luhur, cara
pandang ”versi keluarga”. Atau bisa sebaliknya, pembantu rumah tangga yang
fresh dari desa ke kota bisa mendadak berkembang mental dan kepribadiannya,
karena intensif berinteraksi dengan ibu majikan di rumah yang senantiasa
mengatur ini dan itu dengan tata nilainya.
Tak
terasa, hampir kedelapan fungsi keluarga menurut Peraturan Pemerintah Nomor 21
Tahun 1994 (yakni: fungsi agama, sosial budaya, cinta kasih, melindungi,
reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi,pembinaan lingkungan) bisa
seolah tergantikan oleh institusi keluarga dalam bentuk lain yang di luar
ikatan perkawinan. Tentu saja, Anda sudah pasti menjawab yang tak tergantikan
adalah fungsi reproduksi.Tapi untuk urusan membangun mental bangsa,sosialisasi
program-program keluarga atau sebaliknya untuk meredam gosip nasional,
klarifikasi gunjingan (rumours) menjadi perlu untuk mempertimbangkan fungsi
keluarga yang realistis seperti keberadaan institusi keluarga di atas. Keluarga
adalah media, bahkan setiap individu adalah media.
Siapa
yang didengar dan dipercaya akan menjadi media pengaruh yang ampuh dan
meluas.Sehingga apa pun pengaruh yang diharapkan bisa menjadi efektif hanya
karena ”media hidup” (bukan terbatas pada media secara harfiah). Perluasan
pengaruh yang terjadi di luar keluarga tak ayal karena adanya interaksi
keterlibatan, komunikasi yang relatif lebih banyak di luar ”rumah”ketimbang di
dalam. Dampaknya,jelas nyata.Di mana individu lebih sering berinteraksi, di sanalah
akan lebih banyak memberi kesempatan pikirannya untuk berkembang, Kemudian hal
itu bisa masuk menjadi memori dalam pikiran, berkembang menjadi nilai hidup
hingga tercermin dalam sikap dan perilaku.
Menyadari
pergeseran pola kehidupan sosial di zaman modern ini, tentu setiap keluarga
yang sesungguhnya, juga tak ingin kehilangan peran.Untuk itu mari kita rekatkan
lagi interaksi keterlibatan dan komunikasi di antara kita sesama anggota
keluarga. Dengan keterlibatan yang baik,akan menghasilkan komitmen yang lebih
erat. Tanpa adanya keterlibatan (emosi dan interaksi) maka komitmen tak bisa
diharapkan. Perlahan dan pasti, mari bergeraklah semua untuk keterlibatan
masing-masing diri kita dalam keluarga. Merekatkan lagi yang renggang,
memperjelas lagi nilainilai luhur, budi pekerti, moral dan saling mengingatkan
lagi untuk jalin komunikasi sesama dan vertikal pada Sang Pencipta.
Karena
bagaimanapun yang melekat secara formasi adalah keluarga yang berdasar ikatan
perkawinan, sedangkan lainnya akan senantiasa berubah (pindah kerja,pindah
tempat tinggal,berganti komunitas). Dalam keluargalah, awal pembentukan
nilai-nilai luhur kehidupan, bilamana tertanam dengan kuat maka akan menjadi
prinsip hidup yang dipertahankan walaupun berada dalam lingkungan atau
institusi keluarga baru. Lingkungan jangan menyetir diri menjadi sesat,
melainkan kita cipta bersama agar menjadikan individu berkembang dewasa.
KELUARGA TRADISIONAL
Menurut
Departemen Kesehatan RI (1988) dalam Ali (2010), keluarga adalah unit terkecil
dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang
berkumpul serta tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling
bergantung.
Ali
(2010) mengatakan keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena
hubungan darah, perkawinan, dan adopsi dlam satu rumah tangga, yang
berinteraksi satu dengan lainnya dalam peran dan menciptakan serta
mempertahankan suatu budaya.
Menurut
BKKBN (1999) dalam Sudiharto (2007) keluarga adalah dua orang atau lebih yang
dibentuk berdasarkan ikatan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup
spiritual dam materiil yang layak, bertaqwa kepada Tuhan, memiliki hubungan
yang selaras, serasi dan seimbang antara anggota keluarga dan masyarakat serta
lingkungannya.
Pada
awalnya dalam Encyclopedia of Social Work, disebutkan bahwa bentuk keluarga
berdasarkan variasi keanggotaan adalah sebagai berikut.
Beberapa
tipe bentuk-bentuk keluarga tradisional yaitu:
·
Standard nuclear family :
Suami,
istri, dan anak-anaknya tinggal di satu rumah tangga dengan suami pekerja dan
istri sebagai pekerja rumah tangga (household worker).
·
Dyadic nuclear family
Suami
dengan istri tanpa anak tinggal di satu rumah dan salah satu atau keduanya
bekerja mencari nafkah.
·
Dual work family
Kedua
pasangan bekerja sebagai kesepakatan dari perkawinannya.
·
Single parent family
Salah
satu orangtua tinggal serumah, biasanya dengan anak pra sekolah dan usia
sekolah sebagai konsekuensi dari perceraian, ditinggal pergi, meninggal tanpa
sumbangan finansial dari pihak lain.
·
Three generation family
Tiga
generasi tinggal bersama dalam satu rumah tangga
·
Middle age or eiderly couple
Suami
atau istri bekerja dan salah satu tinggal di rumah, sementara anak-anak sibuk
menuntut ilmu, mengejar karir atau menikah.
·
Second career family
Istri
bekerja atau membantu orangtuanya ketika anak sedang di sekolah (bekerja part
time).
·
Kin network :
Tipenya
adalah keluarga inti yang hidup bersama tanpa menikah, mereka saling melayani
sesuai kesepakatan tanpa diatur oleh peran-peran tradisional.
·
Remarried family
Telah
bercerai dalam beberapa waktu dan kembali menikah.
Sesuai
perkembangannya tipe keluarga tradisional menjadi bergeser, Tipe keluarga
tradisional yaiitu:
·
The Nuclear family (Keluarga inti) yaitu
keluarga yang terdiri dari suami istri dan anak (kandung atau angkat).
·
The dyad family , suatu rumah tangga
yang terdiri dari suami istri tanpa anak.
·
Keluarga usila, Keluarga terdiri dari
suami dan istri yang sudah usia lanjut, sedangkan anak sudah memisahkan diri.
·
The childless, Keluarga tanpa anak
karena telambat menikah, bisa disebabkan karena mengejar karir atau pendidikan.
·
The Extended family , keluarga yang
terdiri dari keluarga inti ditambah keluarga lain, seperti paman, bibi, kakek,
nenek dan lain-lain.
·
“Single parent” yaitu keluarga yang
terdiri dari satu orang tua dengan anak (kandung atau angkat). Kondisi ini
dapat disebabkan oleh perceraian atau kematian).
·
Commuter family, kedua orang tua bekerja
diluar kota, dan bisa berkumpul pada hari minggu atau libur saja.
·
Multigeneration family, Beberapa
generasi atau kelompok umur yang tinggal bersama dalam satu rumah.
·
Kin-network family, beberapa keluarga
yang tinggal bersama atau saling berdekatan dan menggunakan barang-barang
pelayanan seperti dapur, sumur yang sama.
·
Blended family, keluarga yang dibentuk
dari janda atau duda dan membesarkan anak dari perkawinan sebelumnya.
·
“Single adult living alone” yaitu suatu
rumah tangga yang terdiri dari satu orang dewasa
Alasan Terjadinya Pergeseran Nilai
Keluarga dalam peradaban umat manusia sejatinya dibangun dari unit lembaga
sosial terkecil yang disebut sebagai keluarga. Satuan lembaga sosial tekecil
ini terdiri dari bapak, ibu dan anak. Keluarga merupakan sistem sosial yang
dinamis, yang memiliki peran khusus di segenap institusi sosial lainnya. Will
Durant, sejarawan AS dalam bukunya berjudul The Pleasure of Philosophy,
menulis, “Keluarga adalah fundamen paling dasar seluruh peradaban yang pernah
diketahui oleh sejarah. Keluarga merupakan unit ekonomi dan produksi
masyarakat. Pasalnya, seluruh anggota keluargalah yang telah menanami bumi.
Kekuasaan seorang bapak terhadap keluarganya, menjadikannya sebagai
pemerintahan kecil yang mendukung pemerintahan besar. Keluarga adalah unit
budaya, melalui pendidikan dan pengajaran anak-anaknya, ia wariskan tradisi dan
seni para penduhulunya.
Keluarga
juga merupakan unit moral, yang mengajarkan pada anggotanya bahwa kerjasama dan
prinsip kedisiplinan merupakan pondasi spritualitas masyrakat. Dalam situasi
tertentu, peran keluarga lebih penting dari pemerintah. Ketika tidak ada lagi
pemerintahan, namun bangunan keluarga masih bertahan, maka peluang tetap
terjaganya keteraturan sosial masih terbuka lebar. Inilah keyakinan para
sosiolog yang percaya, dengan hancurnya keluarga, maka hancur pula peradaban manusia”.
Pada
jaman kita sekarang, seluruh upaya untuk meraih keberhasilan di bidang ilmu
pengetahuan, dan teknologi maju telah berkembang dangan begitu pesatnya, hingga
terkadang nilai-nilai kemanusiaan yang paling asasi pun harus terkorbankan.
Dalam situasi semacam itu, tiap kali peradaban manusia mengalami kemajuan,
institusi keluarga pun semakin terancam, dan mengalami perubahan juga.
Sepertinya, langkah yang ditempuh manusia modern saat ini, sejengkal demi
sejengkal telah melangkah ke belakang kembali. Munculnya model keluarga singel
parents atau orang tua tunggal yang mencakup sepertiga jumlah keluarga sekarang
ini, telah memantik banyak pertanyaan
baru bagi para sosiolog dan psikolog. Sejumlah permasalahan pelik, seperti
tekanan mental, masalah pendidikan, dan masa depan anak-anak mereka serta
krisis psikologis dan fisik yang menyertai keluarga single parent merupakan
problema pokok masyarakat saat ini. Kini, model keluarga tradisional yang
terdiri dari suami, istri dan anak telah berubah menjadi model yang lain. Kian
berkembangnya keluarga tanpa bapak dan ibu, anak-anak tanpa wali, atau
anak-anak yang terbiasa hidup dengan kakek dan nenek mereka, ataupun kehidupan
bersama tanpa ikatan suami-istri, merupakan model lain keluarga modern yang
telah menuai banyak kekhawatiran di tingkat global. Sejumlah sosiolog seperti,
Simon
Duncan dan Rosalind Edwards, menilai, sekarang ini tengah terjadi perubahan
jangka panjang pada model keluarga dan hubungan antara lelaki dan perempuan.
Tekanan ekonomi, tuntutan karier masing-masing pasangan, dan kian bebasnya
hubungan di luar nikah merupakan sejumlah faktor penyebab terjadinya perubahan
tersebut. Dikeluarkannya sejumlah data mengenai runtuhnya sturuktur keluarga
menunjukkan, bahwa intitusi sosial yang satu ini tengah mengalami kerusakan
yang parah dan memerlukan perhatian yang lebih serius lagi.
Karya anda sangat membantu saya dalam penulisan skripsi. Apakah saya boleh minta referensinya?
BalasHapusadakah sumber terkait penulisan blog ini?
BalasHapussaya membutuhkan sumber akarnya
saya membutuhkan daftar pustaka asli dari muatan ini.
BalasHapusbisa tolong kirimkan file atau sumber terkaitnya segera?
Email : annisasyahninditat@gmail.com
-Terima Kasih
dimanakah saya harus mendapatkan reverensinya??
BalasHapustolong boleh kirimin referensinya ke Email : rahmatrama1972@gmail.com sangat butuh. terimakasih
BalasHapustolong kirimin referensinya di Email : rahmatrama1972@gmail.com
BalasHapus