1.
MENGAPA TERJADI KEMEROSOTAN MORAL ATAU KARAKTER
TERHADAP BANGSA INDONESIA, JELASKAN DAN KEMUKAKAN ALASANNYA
kemerosotan
moral bangsa tidak hanya terjadi di kota-kota besar saja, namun telah menjamur
hingga pelosok negeri. indikator yang bisa dijadikan dasar acuan kemerosotan
moral bangsa indonesia dapat terlihat dari memudarnya nilai-nilai luhur yang
dulu dijunjung tinggi. salah satu contoh yang paling mudah adalah menurunnya
rasa hormat terhadap orang tua. terlepas dari pola-pola perilaku yang berkembang
dari hubungan anak dan orang tua, secara keseluruhan orang tua yang mengeluhkan
“kekurangajaran” anaknya banyak terdengar.
hal ini
berarti nilai-nilai menghormati orang tua berubah ke arah yang negatif. hal
diatas adalah sebagian contoh terkecil dari bangsa ini, yakni keluarga. belum
lagi jika dilihat secara makro, tentu akan lebih banyak lagi, diantaranya
menurunnya rasa takut dan malu kepada sang pencipta. akibatnya perbuatan
sewenang-wenang terjadi, dari desa hingga ibukota, seperti pemerkosaan, perampokan,
penipuan dan lain-lain.
pengamalan
pancasila sebagai dasar negara dan filsafat bangsa tampaknya sudah tidak
dihiraukan lagi. masyarakat sudah terlalu jauh melangkah ke arah modernisasi
sehingga melupakan nilai-nilai moral. tidak salah jika kini pancasila hanya
diucapkan dalam kata namun dikhianati dalam perilaku.
demonstrasi
anarkis yang dilakukan mahasiswa, menunjukkan bahwa kaum intelektual yang
seharusnya memberikan cerminan positif justru melakukan tindakan yang tidak
mencerminkan intelektualitasnya. para pendemo merusak fasilitas umum yang
dibangung oleh uang rakyat dan harus dibangun kembali apabila terjadi carut
marut, bukankah sama saja dengan merusak keuangan negara yang belum stabil.
demonstrasi
memang perlu dilakukan untuk menyambungkan aspirasi rakyat yang tidak didengar
oleh pemangku trias politika negeri ini. alangkah eloknya apabila demonstrasi
yang dilakukan adalah demonstrasi yang aman, damai, dan tanpa dibumbui unsur
anarkisme.
penyimpangan
sosial
penyimpangan
sosial di kalangan mahasiswa pun patut dijadikan sorotan. sudah tidak asing
lagi perbuatan asusila yang dilakukan mahasiswa, seperti homoseksual yang kian
marak, free seks yang tidak terkendali, juga peniruan karya orang lain
(plagiat). semoga saja ini bukan budaya para agent of change tetapi
hanya oknum yang merupakan minoritas dari mahasiswa itu sendiri.
penyimpangan ini tidak terlepas dari proses
meniru yang berkiblat ke barat. miris memang saat mereka lebih mengelu-elukan
nilai kebebasan dan melupakan nilai-nilai asli indonesia yang seharusnya
menjadi identitas diri.
pembentukan
karakter
pembentukan
karakter setiap individu berbeda-beda. ada yang sudah mulai pembentukan
karakter sejak pranatal (sebelum dilahirkan), ketika dilahirkan, pada usia 4
tahun, bahkan ada pendapat pembentukan karakter seseorang dimulai ketika
menemukan pasangan. namun, senagian besar menyebutkan bahwa pembentukan
karakter dimulai sejak dini. oleh karena itu keefektifan pendidikan karakter di
perguruan tinggi dirasa kurang berdampak besar. sebab sebagian besar karakter
mahasiswa sudah terbentuk sejak lahir hingga menginjak usia dewasa.
solusi yang
ditawarkan memang beragam. kemerosotan nilai-nilai moral bisa diselesaikan
dengan cepat dan efektif. diantaranya dengan mengganti mind set bahwa
pendidikan bukan hanya untuk mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi juga
mentransfer nilai-nilai, dengan adanya transfer nilai ini diharapkan
nilai-nilai yang mulai dilupakan akan dapat digali, ditemukan, dan diamalkan
kembali oleh generasi muda yang ada.
upaya lain
adalah dengan memberikan teladan bagi generasi masa kini. karena apa? generasi
kita sekarang ini memiliki krisis untuk memilih siapa yang akan mereka contoh
atau siapa yang akan memberikan tuntutan keteladanan, yang pada akhirnya mereka
salah meniru. mereka mengimitasi bahkan hingga mengidentifikasi artis-artis
baik dalam maupun luar negeri yang keteladannya patut dipertanyakan. hilangnya
panutan jelas berpengaruh besar yang dapat kita rasakan kini.
pendidikan
karakter juga jelas dapat dijadikan alternatif solusi namun penerjemahan dalam
tindakan nyata kurang dapat terealisasi. efektifitas pendidikan karakter di
perguruan tinggi yang seolah-olah “memaksa” hanya akan sia-sia. saat karakter
mahasiswa saat usia mahasiswa.
jangan
sampai pendidikan karakter yang dielu-elukan oleh berbagai universitas ini
hanyalah dijadikan salah satu mata kuliah syarat kelulusan saja, tetapi juga
benar-benar bisa menjadi usaha pemecahan masalah kemerosotan moral di kalangan
mahasiswa pada khususnya dan semua generasi muda pada umumnya. karena dengan
mengubah pemuda kita dapat menggebrak dunia.
2. BAGAIMANA UNTUK MENGATASI
KEMEROSOTAN MORAL ATAU KARAKTER TERSEBUT
Berbicara mengenai format pendidikan moral di Indonesia, maka
zaman Orde Baru paling tidak menjadi landasan kuat untuk mengkajinya. Tentu
belum hilang dalam memori kolektif kita tatkala pemerintah masa Orde Baru
memformulasi format pendidikan moral yang dihubungkaitkan dengan nilai-nilai
dasar Pancasila. Dimana dalam pancasila terdapat sila-sila yang berkaitan
dengan moral salah satunya yaitu sila pertama “KeTuhanan Yang Maha Esa”. Dalam
sila pertama itu mempunyai makna yang dapat diambil selain secara tersurat
bahwa Tuhan itu satu namun mencerminkan bahwa bangsa Indonesia berpegang pada
nilai-nilai agama selain pada nilai-nilai hukum.
Hal ini dimaksudkan bahwa sebagai dasar negara, maka
kedudukan Pancasila merupakan landasan dan falsafah hidup dalam berbangsa dan
bernegara. Karena itu, proses pendidikan moral ini dilakukan melalui pemberian
mata pelajaran bernama Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang kemudian berubah
menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn).
Pentingnya pendidikan moral ini, sehingga ia menjadi mata
pelajaran istimewa di samping mata pelajaran pendidikan agama. Betapa tidak,
nilai rendah atas kedua mata pelajaran ini dahulu menjadi bahan pertimbangan
atau penentu apakah seseorang naik atau tinggal kelas. Bahkan proses penilaian
atas mata pelajaran khusus pendidikan moral ini, tidak hanya dilihat dari aspek
kognitif semata. Sebaliknya, tingkah laku peserta didik dengan berbagai standar
nilai yang telah ditetapkan menjadi indikator penentu.
Namun seiring berjalannya waktu pelajaran tersebut bukan lagi
menjadi pelajaran yang istimewa bahkan menjadi pelajaran yang membosankan bahkan
ada juga yang menganggap pelajaran tersebut tidak penting karena sudah terlalu
sering menemukan pelajaran itu mulai dari sekolah dasar hingga sekolah
menengah.
Karena banyak masyarkat yang mulai bosan dengan pelajaran
PPKn ditambah dengan adanya globalisasi sehingga pelajaran tersebut lambatlaun
menjadi pelajaran yang benar-banar tidak penting. Anggapan tidak pentingnya
pelajaran itu membuat moral bangsa Indonesia mengalami keterpurukan atau
kemerosotan.
Nasi sudah menjadi bubur,sekarang kondisi moral bangsa
Indonesia sudah mengkhawatirkan jika tidak diatasi dengan benar bukan tidak
mungkin moral bangsa Indonesia akan benar-benar hilang. Menyadari kondisi moral
bangsa Indonesia yang sudah
kian mengkhawatirkan pemerintah mulai melakukan
tindakan yaitu dengan mulai memasukkan pelajaran pendidikan moral. Namun jika
hanya memasukkan saja tidak menjadikan pendidikan moral seperti dahulu ketika
orde baru maka hasil yang dicapai kemungkinan kurang memuaskan. Pendidikan
moral seharusnya menjadi salah satu tolak ukur menentukan kenaikan kelas atau
kelulusan sehingga menciptakan generasi yang memiliki tingkat moral yang baik.
3.
FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMEPENGARUHI PEMBENTUKAN PENDIDIKAN KARAKTER
Faktor-faktorpembentukKarakter
Tindakan manusia pada umumnya didasarkan pada dua keadaan yaitu keadaan sadar dan keadaan tidak sadar. Tindakan sadar berarti bahwa manusia bertindak berdasarkan unsur kehendak atau
motif, sedangkan tindakan tidak sadar tidak mengandung unsur kehendak yang
pada umumnya disebabkan hilangnya salah satu faktor pendorong tindakan seperti hilangnya akal
(gila, koma, pingsan, tidur atau sejenisnya),
atau hilangnya kendali diri seperti gerakan refleks. Beban tanggung jawab manusia hanya berlaku pada tindakan sadar saja,
sebagaimana sabda RasulullahSAW :
“
Tidak berlaku hukum atas orang gila sampai dia sembuh, orang
tidur sampai dia bangun dan anak-anak sampai dia baligh”.
Jadi,
karakter atau kepribadian seseorang hanya di ukur dengan apa yang
dia lakukan berdasarkan tindakan sadarnya. Dengan demikian
,yang harus kita perhatikan adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi tindakan sadar tersebut.
Secara umum faktor-faktor tersebut terbagi dalam dua kelompok yaitu faktor internal
dan faktor eksternal.
Faktor internal adalah kumpulan dari unsur kepribadian atau sifat manusia
yang secara bersamaan mempengaruhi perilaku manusia.Faktor internal
tersebut diantaranya :
·
Instink Biologis
(Doronganbiologis) seperti makan, minum dan hubungan biologis.
Karakter seseorang sangat terlihat dari cara diamemenuhi kebutuhan atau instinks bilogis ini.
Contohnya adalah sifat berlebihan dalam makan dan minum akan mendorong pelakunya bersifat rakus/tamak.
Seseorang yang bisa mengendalikan kebutuhan biologisnya akan memiliki karakter waro,
zuhud dan qona’ah yang membawanya kepada karkater sederhana.
·
Kebutuhan psikologis seperti kebutuhan akan
rasa aman, penghargaan, penerimaan dan aktualisasi diri. Seperti orang yang
berlebihan dalam memenuhi rasa aman akan melahirkan karakter penakut, orang yang
berlebihan dalam memenuhi kebutuhan penghargaan akan melahirkan karakter sombong/angkuh dll.
Apabila seseorang mampu mengendalikan kebutuhan psikologisnya, maka dia akan memiliki karakter tawadhu dan rendah hati.
·
Kebutuhan pemikiran,
yaitu kumpulan informasi yang membentuk cara berfikir seseorang seperti isme, mitos,
agama yang masuk kedalam benak seseorang akan mempengaruhi cara berfikirnya yang
selanjutnya mempengaruhi karakternya.
Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang ada
di luar diri manusia,
namun secara langsung mempengaruhi karakternya. Faktor eksternal tersebut diantaranya faktor keluarga dalam membentuk karakter anak,
kemudian faktor sosial yang
berkembang di masyarakat yang kemudian disebut budaya, serta lingkunganpendidikan yang
begitu banyak menyita waktu pertumbuhan setiap orang, baik pendidikan formal
seperti sekolah atau pendidikan informal seperti media massa, media elektronik atau
masjid.
Dalam perkembangannya,
sebagian faktor itu bersifat mutlak/tetap dan sebagian lainnya bersifa tnisbi/berubah. Sebagaimana disabdakan olehRasulullah
saw:
“
Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka bapaknyalah yang
akan menjadikannya yahudi, nasrani atau majusi “.
Kalimat
“fitrah” mewakili karakter muslim. Kalimat “bapaknyalah” bisa bermakna orang tua dan setiap pihak
yang mempengaruhi karakternya, dan kalimat “yahudi, nasrani serta majusi”
mewakili karakter atau sifat bukan bangsa atau ras.
Dengan adanya kedua faktor itu,
maka bisa disimpulkan bahwa karakter seseorang tergantung kepada dua hal yaitu karak terfitri yahya itu sifat bawaan yang
melekat serta karak termuk tasabah yaitu sifat
yang terbentuk dari lingkungan alam, social dan pendidikan.Rasulullah SAW bersabda :
“Ilmu di peroleh dengan belajar dan sifat santun diperoleh dengan latihan menjadi santun”
(HR Bukhori).
Proses Pembentukan karakter
Karakter terbentuk setelah mengikuti
proses sebagai berikut :
·
Adanyanilai yang
diserapseseorangdariberbagaisumber, mungkin agama, ideology, pendidikan,
temuan sendiri atau lainnya.
·
Nilai membentuk polafikir seseorang
yang secara keseluruhan keluar dalam bentuk rumusan visinya.
·
Visi turun kewilayah hati membentuk suasana jiwa yang secara keseluruhan membentuk mentalitas.
· Mentalitas mengalir memasuki wilayah fisik dan melahirkan tindakan
yang secara keseluruhan disebut sikap.
·
Sikap-sikap yang
dominan dalam diri seseorang yang secara keseluruhan mencitrai dirinya adalah apa yang
disebut sebagai kepribadian atau karakter.
Jadi, proses
pembentukan karakter itu menunjukkan keterkaitan yang erat antara fikiran,
perasaan dan tindakan. Dari
wilayah akal terbentuk cara berfikir dan dari wilayah fisik terbentuk cara berperilaku. Cara
berfikir menjadi visi, cara merasa menjadi
mental dan cara berperilaku menjadi karakter. Apabila hal ini terjadi pengulangan
yang terus-menerus menjadi kebiasaan, maka sesuai dengan pendapat Imam al-Ghozali
yang mengatakan :Akhlak atau karakter adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang tanpa melalui
proses pemikiran
4.
MODEL PEMBELAJARAN APAKAH YANG TEPAT
DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER TERHADAP ANAK DIDIK
Menurut
Cohen dalam Degeng (1989), terdapat tiga kemungkinan variasi pembelajaran
terpadu yang berkenaan dengan pendidikan yang dilaksanakan dalam suasana
pendidikan progresif yaitu kurikulum terpadu (integrated curriculum), hari
terpadu (integrated day), dan pembelajaran terpadu (integrated learning).
Kurikulum terpadu adalah kegiatan menata keterpaduan berbagai materi mata
pelajaran melalui suatu tema lintas bidang membentuk suatu keseluruhan yang
bermakna sehingga batas antara berbagai bidang studi tidaklah ketat atau boleh
dikatakan tidak ada. Hari terpadu berupa perancangan kegiatan siswa dari
sesuatu kelas pada hari tertentu untuk mempelajari atau mengerjakan berbagai
kegiatan sesuai dengan minat mereka. Sementara itu, pembelajaran terpadu
menunjuk pada kegiatan belajar yang terorganisasikan secara lebih terstruktur
yang bertolak pada tema-tema tertentu atau pelajaran tertentu sebagai titik
pusatnya (center core/center of interst).
Lebih
lanjut, model-model pembelajaran inovatif dan terpadu yang mungkin dapat
diadaptasi, seperti yang ditulis oleh Trianto, 2009, dalam bukunya yang
berjudul Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik adalah sebagai
berikut :
1. Fragmentasi
Dalam model ini, suatu disiplin yang berbeda dan terpisah dikembangkan merupakan suatu kawasan dari suatu mata pelajaran
2. Koneksi
Dalam model ini, dalam setiap topik ke topik, tema ke tema, atau konsep ke konsep isi mata pelajaran dihubungkan secara tegas
Dalam model ini, dalam setiap topik ke topik, tema ke tema, atau konsep ke konsep isi mata pelajaran dihubungkan secara tegas
3. Sarang
Dalam model ini, guru mentargetkan variasi keterampilan (sosial, berpikir, dan keterampilan khusus) dari setiap mata pelajaran.
Dalam model ini, guru mentargetkan variasi keterampilan (sosial, berpikir, dan keterampilan khusus) dari setiap mata pelajaran.
4.
Rangkaian/Urutan
Dalam model ini, topik atau unit pembelajaran disusun dan diurutkan selaras dengan yang lain. Ide yang sama diberikan dalam kegiatan yang sama sambil mengingatkan konsep-konsep yang berbeda.
Dalam model ini, topik atau unit pembelajaran disusun dan diurutkan selaras dengan yang lain. Ide yang sama diberikan dalam kegiatan yang sama sambil mengingatkan konsep-konsep yang berbeda.
5. Patungan
Dalam model ini, perencanaan dan pembelajaran menyatu dalam dua disiplin yang konsep/gagasannya muncul saling mengisi sebagai suatu sistem.
Dalam model ini, perencanaan dan pembelajaran menyatu dalam dua disiplin yang konsep/gagasannya muncul saling mengisi sebagai suatu sistem.
6. Jala-jala
Dalam model ini, tema/topik yang bercabang ditautkan ke dalam kurikulum. Dengan menggunakan tema itu, pembelajaran mencari konsep/gagasan yang tepat.
Dalam model ini, tema/topik yang bercabang ditautkan ke dalam kurikulum. Dengan menggunakan tema itu, pembelajaran mencari konsep/gagasan yang tepat.
7. Untaian
Simpul
Dalam model ini, pendekatan metakurikuler menjalin keterampilan berpikir, sosial, intelegensi, teknik, dan keterampilan belajar melalui variasi disiplin.
Dalam model ini, pendekatan metakurikuler menjalin keterampilan berpikir, sosial, intelegensi, teknik, dan keterampilan belajar melalui variasi disiplin.
8. Integrasi
Dalam model ini, pendekatan interdisipliner memasangkan antar mata pelajaran untuk saling mengisi dalam topik dan konsep dengan beberapa tim guru dalam model integrasi riil.
Dalam model ini, pendekatan interdisipliner memasangkan antar mata pelajaran untuk saling mengisi dalam topik dan konsep dengan beberapa tim guru dalam model integrasi riil.
9. Peleburan
Dalam model ini, suatu disiplin menjadi bagian yang tak terpisahkan dari keahliannya, para pebelajar menjaring semua isi melalui keahlian dan meramu ke dalam pengalamannya.
Dalam model ini, suatu disiplin menjadi bagian yang tak terpisahkan dari keahliannya, para pebelajar menjaring semua isi melalui keahlian dan meramu ke dalam pengalamannya.
10. Jaringan
Dalam model ini, pebelajar menjaring semua pembelajaran melalui pandangan keahliannya dan membuat jaringan hubungan internal mengarah ke jaringan eksternal dari keahliannya yang berkaitan dengan lapangan.
Dalam model ini, pebelajar menjaring semua pembelajaran melalui pandangan keahliannya dan membuat jaringan hubungan internal mengarah ke jaringan eksternal dari keahliannya yang berkaitan dengan lapangan.
5.
BAGAIMANA
MENURUT PENDAPAT ANDA MELALUI PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA INI MENJADI LEBIH BAIK
Setiap bangsa mempunyai karakter budaya yang tidak
sama. Karakter suatu bangsa bisa mengalami berubahan bisa kearah yang lebih
baik bahkan sebaliknya, bahkan bisa hilang sama sekali. Hal ini tergantung
bagaimana masyarakat tersebut melindungi atau menjaga karakter budaya yang
sudah diberikan oleh nenekmoyangnya.
Pendidikan karekter terdiri dari dua kalimat, yaitu pendidikan dan karakter.Pendidikan adalah proses pewarisan budaya
dan karakter bangsa bagi generasi muda untuk peningkatan kualitas kehidupan
masyarakat dan bangsa di masa mendatang. Sedangkan karakter yaitu watak,
tabiat, akhlak atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil
internalisasi berbagai kebajikan yang dinyakini dan digunakan sebagai
landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap dan bertindak. Maka
Pendidikan karater yaitu proses pewarisan budaya pada generasi muda untuk
membentuk kepribadian sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap
dan bertindak.
Pendidikan karakter tertuang dalam Undang-Undang No.20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 menyebutkan Pendidikan
Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung.
Sehingga pendidikan karakter sudah menjadi kewajiban yang harus diberikan pada
peserta didik dalam segala satuan pendidikan.
Dalam tujuan pendidikan nasional, pendidikan
karakter merupakan gambaran tentang kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan
oleh satuan pendidikan, serta menjadi dasar dalam mengembangkan pendidikan
karakter bangsa. Pendidikan karakter lebih mudah diberikan pada usia
dini, hal ini akan mudah diterima dan tersimpan dalam memori anak, akan
membawa pengaruh pada perkembangan watak dan pribadi anak hingga dewasa.
Menurut Daniel Golemen dalam bukunya Kecerdasan Ganda menyebutkan bahwa
kecerdasan emosional dan sosial dalam kehidupan dibutuhkan 80%, sedangkan
kecerdasan intektual hanya sebesar 20%. Untuk itu pendidikan karakter akan
mudah diberikan melalui jalur pendidikan, salah satunya adalah pendidika
nonformal. Jadi kecerdasan emosional dan sosial lebih membawa dampak pada
perjalanan hidup bahkan karier anak dikemudian hari. Berbagai media bisa
digunakan untuk pendidikan karakter, salah satunya melalui Kepramukaan.
0 komentar:
Posting Komentar